Visum et repertum disingkat VeR adalah
keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter dalam ilmu kedokteran forensik atas
permintaan penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medik terhadap
manusia, baik hidup atau mati ataupun bagian atau diduga bagian tubuh manusia,
berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah, untuk kepentingan pro yustisia.
·
Pro Justisia. Kata ini diletakkan di bagian atas untuk menjelaskan bahwa visum
et repertum dibuat untuk tujuan peradilan. VeR tidak memerlukan materai untuk
dapat dijadikan sebagai alat bukti di depan sidang pengadilan yang mempunyai
kekuatan hukum.
·
Pendahuluan. Kata pendahuluan sendiri tidak ditulis dalam VeR, melainkan
langsung dituliskan berupa kalimat-kalimat di bawah judul. Bagian ini menerangkan
penyidik pemintanya berikut nomor dan tanggal, surat permintaannya, tempat dan
waktu pemeriksaan, serta identitas korban yang diperiksa.
·
Pemberitaan. Bagian ini berjudul “Hasil Pemeriksaan”, berisi semua keterangan
pemeriksaan. Temuan hasil pemeriksaan medik bersifat rahasia dan yang tidak
berhubungan dengan perkaranya tidak dituangkan dalam bagian pemberitaan dan
dianggap tetap sebagai rahasia kedokteran.
·
Kesimpulan. Bagian ini berjudul “kesimpulan” dan berisi pendapat dokter
terhadap hasil pemeriksaan, berisikan:
1.
Jenis luka
2.
Penyebab luka
3.
Sebab kematian
4.
Mayat
5.
Luka
6.
TKP
7.
Penggalian jenazah
8.
Barang bukti
9.
Psikiatrik
·
Penutup. Bagian ini tidak
berjudul dan berisikan kalimat baku “Demikianlah visum et repertum ini saya
buat dengan sesungguhnya berdasarkan keilmuan saya dan dengan mengingat sumpah
sesuai dengan kitab undang-undang hukum acara pidana/KUHAP”.
TRAUMATOLOGI
·
Luka Memar
·
Luka Lecet Tekan
·
Luka Lecet Geser
TANATOLOGI
Tanatologi berasal dari
kata thanatos (yang berhubungan dengan kematian) danlogos (ilmu). Tanatologi
adalah ilmu yang mempelajari tentang kematian dan perubahan yang terjadi
setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut. Setelah
beberapa waktu timbul perubahan paska mati yang jelas, sehingga memungkinkan
diagnosa kematian menjadi lebih pasti.Tanda-tanda tersebut dikenal
sebagai tanda pasti kematian berupa:
·
Lebam mayat / hipostatis / lividitas paska mati / Livor mortis adalah salah satu
tanda kematian, yaitu mengendapnya darah ke bagian bawah tubuh, menyebabkan
warna merah-ungu di kulit. Karena jantung tidak lagi memompa darah, sel darah
merah yang berat mengendap di bawah serum karena gravitasi bumi. Warna ini
tidak muncul di daerah-daerah yang berhubungan dengan benda lain karena
kapilari tertekan. Livor mortis dimulai sekitar 20 menit sampai 3 jam setelah
kematian.
·
Rigor mortis atau kaku mayat terjadi akibat hilangnya
ATP. ATP digunakan untuk memisahkan ikatan aktin dan myosin sehingga terjadi
relaksasi otot. Namun karena pada saat kematian terjadi penurunan cadangan ATP
maka ikatan antara aktin dan myosin akan menetap (menggumpal) dan terjadilah
kekakuan jenazah. Rigor mortis akan mulai muncul 2 jam postmortem semakin
bertambah hingga mencapai maksimal pada 12 jam postmortem. Kemudian setelah itu
akan berangsur-angsur menghilang sesuai dengan kemunculannya. Pada 12 jam
setelah kekakuan maksimal (24 jam postmortem) kaku jenazah sudah tidak ada
lagi. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kaku jenazah adalah suhu
tubuh, volume otot dan suhu lingkungan. Makin tinggi suhu tubuh makin cepat
terjadi kaku jenazah. Rigor mortis diperiksa dengan cara menggerakkan sendi
fleksi dan antefleksi pada seluruh persendian tubuh. Hal-hal yang perlu
dibedakan dengan rigor mortis atau kaku jenazah adalah: 1. Cadaveric
Spasmus, yaitu kekakuan otot yang terjadi pada saat kematian dan
menetap sesudah kematian akibat hilangnya ATP lokal saat mati karena kelelahan
atau emosi yang hebat sesaat sebelum mati. 2.Heat stiffening,
yaitu kekakuan otot akibat koagulasi protein karena panas sehingga serabut otot
memendek dan terjadi flexi sendi. Misalnya pada mayat yang tersimpan dalam
ruangan dengan pemanas ruangan dalam waktu yang lama. 3. Cold
stiffening, yaitu kekakuan tubuh akibat lingkungan yang dingin sehingga
terjadi pembekuan cairan tubuh dan pemadatan jaringan lemak subkutan sampai
otot.
·
Penurunan suhu tubuh
·
Pembusukan –> Pembusukan jenazah terjadi akibat proses degradasi
jaringan karena autolisis dan kerja bakteri. Mulai muncul 24 jam postmortem,
berupa warna kehijauan dimulai dari daerah sekum menyebar ke seluruh dinding
perut dan berbau busuk karena terbentuk gas seperti HCN, H2S dan lainlain. Gas
yang terjadi menyebabkan pembengkakan. Akibat proses pembusukan rambut mudah
dicabut, wajah membengkak, bola mata melotot, kelopak mata membengkak dan lidah
terjulur. Pembusukan lebih mudah terjadi pada udara terbuka suhu lingkungan
yang hangat/panas dan kelembaban tinggi. Bila penyebab kematiannya adalah
penyakit infeksi maka pembusukan berlangsung lebih cepat
·
Mummifikasi –> Mummifikasi terjadi pada suhu panas dan kering
sehingga tubuh akan terdehidrasi dengan cepat. Mummifikasi terjadi pada 12-14
minggu. Jaringan akan berubah menjadi keras, kering, warna coklat gelap,
berkeriput dan tidak membusuk.
·
Adiposera –> Adiposera
adalah proses terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak dan berminyak
yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh postmortem. Lemak akan terhidrolisis
menjadi asam lemak bebas karena kerja lipase endogen dan enzim bakteri. Faktor
yang mempermudah terbentuknya adipocere adalah kelembaban dan suhu panas.
Pembentukan adipocere membutuhkan waktu beberapa minggu sampai beberap bulan.
Adipocere relatif resisten terhadap pembusukan.
Thanatologi dari kata thanatos : hal yang berhubungan
dengan mayat, dan logos :
pengetahuan / ilmu. Thanatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kematian dan
perubahan-perubahan pada mayat serta faktor-faktor yang mempengaruhi segala sesuatu yang
berhubungan dengan kematian.
Mati di definisikan dengan menggunakan „TRIAS BICHAT‟, yaitu berhentinya ketiga system
penunjang kehidupan, yaitu system saraf, jantung, dan paru secara permanen. Berhentinya
fungsi respirasi, fungsi saraf, dan fungsi sirkulasi membuat orang disebut mati. Berhenti
ketiga organ vital ini sering disebut sebagai mati somatic.
2. Istilah mati
A. MATI SURI ( Apparent death/ Suspended animation )
Adalah penurunan fungsi organ vital sampai taraf minimal yang reversible. Diketahui
ternyata hidup lagi setelah dinyatakan mati. Mati suri sering ditemukan pada kasus keracunan
obat tidur, tersengat listrik atau tersambar petir,dan tenggelam.
B. MATI SOMATIS
Adalah keadaan dimana fungsi ketiga organ vital ( sistem saraf pusat, sistem kardiovaskuler
dan sistem pernafasan ) berhenti secara menetap (ireversibel). Pada klinis didapati:
1. Sistem saraf : Refleks-refleks fisiologis dan patologis, Tonus otot → sehingga
terkesan tubuh saat diangkat berat ( relaksasi primer ).
2. Sistem pernafasan : Tak tampak gerakan dada, Tak teraba udara keluar masuk
hidung, Bulu / serat halus yang ditaruh di depan hidung tidak bergerak, Tak terdengar
suara aliran udara di depan hidung, di trakea, di dada.
3. Sistem kardivaskuler : ECG mendatar, Nadi tidak teraba, Iktus kordis negative,
Denyut jantung tidak terdengar.
C. MATI SELULER
Adalah kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul beberapa saat setelah kematian
somatic. Kerusakan terjadi pada semua organela sel terakhir pada mitokondria. Daya tahan
hidup masing-masing organ atau jaringan berbeda-beda sehingga terjadinya kematian seluler
pada tiap organ atau jaringan tidak bersamaan.
D. MATI SEREBRAL
Kerusakan kedua hemisfer otak yang ireversibel kecuali batang otak dan serebelum, kedua
sistem lain masih berfungsi dengan bantuan alat.
E. MATI BATANG OTAK
Kerusakan seluruh isi neuronal intrakranial yang irreversibel, termasuk batang otak dan
serebelum.
3. Perubahan yang terjadi setelah kematian.
Kematian adalah suatu proses yang dikenal secara linis pada seseorang berupa tanda
kematian. Perubahan pada tubuh mayat adalah dengan melihat tanda kematian pada tubuh
tersebut. Perubahan dapat terjadi dini pada saat meninggal atau beberapa menit kemudian,
misalnya :
- Pernafasan terhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit (inspeksi, palpasi,dan
auskultasi)
- Terhentinya sirkulasi, dinilai selama 15menit, nadi karotis tidak teraba
- Kulit pucat, tetapi bukan merupakan tanda yang dapat dipercaya, karena mungkin
terjadi spasme agonal sehingga wajah tampak kebiruan
- Pembuluh darah retina mengalami segmentasi beberapa menit setelah kematian.
Semen-segmen tersebut bergerak ke arah tepi retina dan kemudian menetap
- Tonus otot menghilang da relaksasi. Relaksasi dari otot-otot wajah menyebabkan kulit
menimbul sehingga kadang-kadang membuat orang menjadi tampak lebih muda.
Kelemasan otot sesaat setelah kematian disebut relaksasi primer
- Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit masih dapat
dihilangkan dengan meneteskan air
4. Tanda – tanda kematian
A. Tanda kematian awal :
- Pernafasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit (inspeksi, palpasi, auskultasi)
- Terhentinya sirkulasi, dinilai selama 15 menit, nadi karotis tidak teraba
- Kulit pucat, tetapi bukan merupakan tanda yang pat dipercaya, karena mungkin terjadi
spasme agonal sehingga wajah tampak kebiruan
- Tonus otot menghilang dan relaksasi. Relaksasi dari otot wajah menyebabkan kulit
menimbul sehingga kadang kadang orang menjadi tampaka lebih muda. Kelemasan
otot sesaat setelah kematian disebut relaksasi primer. Hal ini mengakibatkan
pendataran daerah – daerah yang tertekan, misalnya daerah belikat dan bokong pada
mayat yang terlentang.
- Pembuluh darah retina mengalami segmentasi beberapa menit setelah kematian.
Segmen – segmen tersebut bergerak kearah retina dan menetap.
- Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih dapat
dihilangkan dengan meneteskan air.
B. Tanda lanjut :
a. Algor mortis ( penurunan suhu ),
Akibat adanya perbedaan suhu tubuh dengan suhu disekelilingnya, penurunannya menurut
kurve signoid, mula – mula lambat, cepat lalu melambat kembali. Kecepatan penurunan suhu
pada mayat bergantung kepada suhu lingkungan dan suhu mayat itu sendiri. Pada iklim yang
dingin, maka penurunan suhu mayat berlangsung cepat. Pada iklim panas, kecepatan
penurunan suhu ini adalah 2,5 derajat. Dalam 12-14 jam biasanya suhu mayat akan sama
dengan suhu lingkungan sekitarnya.
Keadaan yang mempengaruhi kecepatan penurunan suhu tubuh :
· Kondisi tubuh gemuk lebih lama terjadi penurunan suhu tubuh.
· Pakaian tebal lebih lama terjadi.
· Suhu pada saat mati tinggi ( demam ) lebih lama terjadi.
· Suhu sekeliling tinggi (padang pasir ) lebih lama terjadi.
· Kelembaban tinggi dan aliran udara lambat terjadi lebih lama
· Rata – rata penurunan suhu tubuh pada daerah tropis adalah Satu Derajat Celcius
Perjam.
· Cara pengukuran yang paling baik, adalah pengukuran suhu rectal (anus) dengan
menggunakan temperatur digital khusus. Temperatur dimasukan ke rektal dengan
sedalam 3 inchi dan pengukuran dilakukan setiap 3 menit.
Faktor yang mempengaruhi Algor mortis yaitu :
a. Faktor lingkungan
b. Suhu tubuh saat kematian ( suhu meningkat, a.m.makin lama)
c. Keadaan fisik tubuh serta pakaian yang menutupinya
d. Aliran udara, kelembaban udara
e. Aktivitas sebelum meninggal, konstitusi tubuh
f. Sebab kematian, posisi tubuh
Cara melakukan penilaian algor mortis:
a. Tempat pengukuran suhu memegang peranan penting
b. Dahi dingin setelah 4 jam post mortem
c. Badan dingin setelah 12 jam post mortem
d. Suhu organ dalam mulai berubah setelah 5 jam post mortem
e. Bila mayat mati dalam air, penurunan suhu tubuhnya tergantung dari suhu, aliran dan
kaeadaan airnya
f. Berbagai skala waktu diajukan dengan rumus : = 98,4 F - suhu rectal F
1,5 F
b. Livor mortis ( lebam mayat )
Lebam mayat atau livor mortis (post-morten hypostatis, suggilation) adalah tanda pertama
bahwa korban pasti meninggal dunia. Hal ini dikarenakan jantung berhenti bekerja, maka
tidak ada lagi sirkulasi darah, akibatnya butir darah mengendap dalam kapiler ditempat yang
letaknya rendah.
Patofisiologi : adanya gravitasi bumi sehingga darah menempati bagian tubuh terbawah,
intensitas dan luasnya berangsur-angsur bertambah sehingga akhirnaya menetap. Membentuk
warna merah ungu ( livide )
Livor mortis terjadi karena :
a. Ekstravasasi dan hemolisis sehingga hemoglobin keluar
b. Kapiler sebagai bejana berhubungan
c. Lemak tubuh mengental saat suhu tubuh menurun
d. Pembuluh darah terjepit ole otot saat rigor mortis
Warna Livide (merah keunguan) terdapat pada bagian tubuh terbawah sesuai posisi korban
saat mati, merupakan proses Hypostatik ( Terkumpulnya darah ) oleh karena adanya daya
tarik bumi.
5 (lima) macam interpretasi Livor mortis :
1. Tanda pasti kematian
2. Menaksir saat kematian
3. Menaksir lama kematian
4. Menaksir penyebab kematian
5. Posisi mayat setelah terjadi lebam bukan
Faktor yang mempengaruhi lebam mayat :
1. Volume darah
- Banyak (CHF) : lebam cepat, luas
- Kurang (anemia) : lebam lama, terbatas
2. Lamanya dalam keadaan cair
3. Warna :
- Umumnya : merah ungu
- Keracunan gas CO : warna merah bata
- Keracunan Sianida : warna merah terang
- Keracunan anillin : warna coklat kebiruan
Menetapnya lebam mayat ( tidak hilang waktu ditekan ) disebabkan :
a. Sel Darah Merah telah memenuhi dengan sesak pembuluh darah kapiler.
b. Pembuluh-pembuluh darah terjepit otot yang mengalami kaku mayat.
c. Lemak dalam plasma yang telah membeku
d. Adanya sistem benjana berhubungan antar pembuluh darah sehingga bila darah telah
masuk pembuluh kecil, sulit keluar kembali ke pembuluh darah yang lebih lebar.
Pada beberapa kasus (tergantung) pembuluh darah pada lebam dapat pecah sehingga
terbentuk bintik-bintik perdarahan oleh karena adanya pembendungan.
Perlu dibedakan antara resapan darah ( memar ) dan lebam mayat, oleh karena resapan
darah diakibatkan pukulan yang warnanya hamper sama dengan lebam mayat.
TANDA – TANDA LEBAM MAYAT RESAPAN DARAH
UKURAN
PERMUKAAN
LOKASI
BILA KULIT DISAYAT &
DISIRAM
Luas
Rata
Bagian terbawah posisi tubuh
Hilang atau lebih pucat oleh
karena darah berada di dalam
pembuluh
Terbatas
Agak menonjol
Dapat dimana saja
Tetap oleh karena darah
meresap pada jarungan otot.
Membedakan Lebam Mayat pada keracunan CO, CN serta pada mayat yang didinginkan :
1. Keracunan CO : Oleh karena terbentuknya HbCO2 dan Myoglobine CO – warna
merah sampai pada otot. Pada saat otot dipotong dan diserap dengan spon atau
disiram, warna merah tidak hilang.
2. Keracunan CN : terbentuk ikatan Cytochrom CN – HbO2 banyak beredar dalam
pembuluh darah, bila otot dipotong dan di serap dengan spon atau disiram , warna
akan berkurang atau menghilang.
3. Pendinginan : Oleh karena HbO2 tidak dapat terurai. Bila mayat didiamkan, warna
menjadi biasa lagi.
Pada keracunan CN, hanya 30-40 % kasus yang berwarna merah oleh karena keracunan CN
lebih banyak bersifat digestif, penyerapannya sedikit demi sedikit. Pada keracunan melalui
inhalasi ( dihirup ) keracunan akan cepat dan banyak, sehingga CN dalam darah naik dengan
cepat dan terjadi manifest warna merah terang.
Distribusi Lebam :
A. Kulit (yg tampak dari luar)
1. Posisi terlentang :
Ø Bagian belakang kepala & leher
Ø Daun telinga
Ø Bagian ekstensor lengan/fleksor : Tungkai & ujung jari bawah kuku
Ø Tidak terdapat pada : daerah gluteus, skapula, bekas tempat dasi.
2. Posisi tengkurap (prone position) : Bagian ventral tubuh, Bagian dahi,pipi dan
dagu, Ekstensor tungkai
3. Posisi tergantung : ujung ekstremitas, Genitalia eksterna
B. Organ Dalam
Ø Posisi terlentang
- Bagian posterior otak besar/kecil
- Bagian dorsal paru/hepar/ginjal
- Bagian posterior dinding lambung
- Usus yg dibawah (dlm rongga panggul)
Waktu terjadinya livor mortis :
· Terjadi setelah mati somatis dan tampak 20 - 30 menit kemudian
· Dengan penekanan hilang → kurang 6 sampai 10 jam
· Ditekan tidak dapat hilang lagi → n lebih 6 sampai 10 jam
Interpretasi :
a. Tanda pasti kematian
b. Menaksir saat/lama kematian
c. Menaksir sebab kematian
d. Menentukan apakah posisi jenazah pernah dirubah atau tidak
C. Rigor mortis ( kaku mayat)
Kaku mayat atau rigor mortis adalah kekakuan yang terjadi pada otot yang kadang-kadang
disertai dengan sedikit pemendekan serabut otot, yang terjadi setelah periode pelemasan /
relaksasi primer. Hal ini terjadi karena perubahan kimia dalam otot, dan hal ini terjadi
serentak disemua otot, baik otot polos maupun otot bergaris.
Terjadi karena adanya perubahan kimiawi pada protein yang terdapat dalam serabut-serabut
otot. Dapat terjadi pada seluruh otot, sekitar 2 jam post – mortal dan mencapai puncaknya
setelah 10 – 12 jam post – mortal, keadaan ini akan menetap selama 24 jam dan menghilang
setelahnya.
Proses terjadi kaku mayat dimulai pada otot-otot kecil daerah muka ( otot kelopak mata )
dilanjutkan ke otot-otot besar dan kaku mayat juga terjadi pada otot-otot polos seperti Cutis
anserina ( kaku otot bulu rambut ), keluarnya sperma, partus post mortal, dll.
Patofisiologi rigor mortis :
a. Terjadi bila cadangan glikogen habis, aktin dan miosin menggumpal
b. Dimulai dari otot kecil ke arah dalam dan menghilang juga dari otot kecil (proteolisis)
c. Bila otot dipaksa diregangkan maka otot akan robek
d. Dapat disertai atau tidak disertai pemendekan serabut otot
Perubahan kekakuan pada mayat :
1. Relaksasi primer : 2-3 jam setelah kematian rigor mortis
2. Relaksasi sekunder. Skala waktu rigor mortis :
- Kurang dari 2-4 jam post mortal belum terjadi rigor mortis
- Lebih dari 3-4 jam post mortal rigor mortis mulia tampak
3. Rigor mortis maksimal 12 jam post mortal
4. Rigor mortis dipertahankan selama12 jam
5. Rigor mortis menghilang 24-36 jam post mortal
Kaku mayat akan dipercepat dengan adanya atau pada kondisi :
1. Orang kurus.
2. Sebelum mati mengalami panas tinggi/radang.
3. Pada suhu sekitar yang tinggi.
4. Melakukan aktifitas fisik yang berat sebelum kematian.
Faktor yang mempengaruhi rigor mortis :
· Aktivitas pre mortal, mempercepat kaku
· Suhu tubuh tinggi, mempercepat kaku
· Bangun tubuh dengan otot athletis, memperlambat kaku
· Suhu lingkungan tinggi, mempercepat kaku
Kekakuan yang menyerupai rigor mortis :
a. Cadaveric spasm, kekakuan yang timbul pada saat kematian dan menetap sesudah
kematian akibat hilangnya ATP lokal saat mati karena kelelahan atau emosi yang
hebat sesat sebelum mati.
- Kontraksi otot pada stadium mati klinis
- Berhubugan dgn faktor psikis & rasa nyeri yg hebat
- Tidak melewati relaksasi primer berlangsung terus sampai relaksasi sekunder
- Kekakuan bersifat setempat & kelompok otot tertentu
- Merupakan tanda intravital
- Bisa ditemukan pada : bunuh diri dgn pistol / senjata tajam, tenggelam /
mendaki gunung, pembunuhan genggam robekan pakaian pembunuh
b. Heat stiffening, kekakuan tubuh akibat lingkungan yang dingin sehingga terjadi
pembekuan cairan tubuh dan pemadatan jaringan lemak subkutan sampai otot.
- Akibat koagulasi protein oleh karena suhu yang tinggi sehingga serat otot
memendek dan lengan / tungkai flexi
- Tidak terjadi rigor mortis & langsung terjadi pembusukan
- Biasa pada mati terbakar
- Pada mayat terbakar seluruhnya posisi pugilistic attitude / boxer houding /
coitus houding
c. Cold stiffening, kekakuan otot akibat koagulasi protein karena panas sehingga
serabut otot memendek dan terjadi fleksi sendi. Misalnya pada mayat yang
tersimpan dalam ruangan dengan pemanas ruangan dalam waktu yang lama.
- Akibat membekunya cairan tubuh pada sendi (synovial) persendian kaku
- Bila digerakkan terdengar krepitasi / ice cracking
D. Dekomposisi (pembusukan)
Pembusukan adalah suatu proses dari perkembangan post mortem. Pembusukan merupakan
hasil dari autolisis dan aktivitas mikroorganisme. autolisis adalah perlunakan dan pencairan
jaringan yang terjadi dalam keadaan steril melalui proses kimia yang disebabkan oleh enzim-enzim intraseluler, sehingga organ-organ yang kaya dengan enzim-enzim akan mengalami
proses autolisis lebih cepat daripada organ-organ yang tidak memiliki enzim, dengan
demikian pancreas akan mengalami autolisis lebih cepat dari pada jantung.
Para ahli juga mengatakan bahwa proses auotolisis terjadi sebagai akibat dari pengaruh enzim
yang dilepaskan pasca mati. Mula-mula yang terkena ialah nukleoprotein yang terdapat pada
kromatin dan sesudah itu sitoplasmanya, kemudian dinding sel akan mengalami kehancuran
sebagai akibatnya jaringan akan menjadi lunak dan mencair.
Proses autolisis ini tidak dipengaruhi oleh mikroorganisme oleh karena itu pada mayat yang
steril misalnya mayat bayi dalam kandungan proses autolisis ini tetap terjadi.
Pembusukan adalah proses penghancuran jaringan pada tubuh yang disebabkan terutama oleh
bakteri anaerob yang berasal dari traktus gastrointestinal. Dimana basil Coliformis dan
Clostridium Welchii merupakan penyebab utamanya, sedangkan bakteri yang lain seperti
Streptococcus, Staphylococcus, B.Proteus, jamur dan enzim-enzim seluler juga memberikan
kontribusinya sebagai organisme penghancur jaringan pada fase akhir dari pembusukan.
Setelah seseorang meninggal, maka semua sistem pertahanan tubuh akan hilang, bakteri yang
secara normal dihambat oleh jaringan tubuh akan segera masuk ke jaringan tubuh melalui
pembuluh darah, dimana darah merupakan media yang terbaik bagi bakteri untuk
berkembang biak. Bakteri ini menyebabkan hemolisa, pencairan bekuan darah yang terjadi
sebelum dan sesudah mati, pencairan trombus atau emboli, perusakan jaringan-jaringan dan
pembentukan gas pembusukan. Bakteri yang sering menyebabkan destruktif ini sebagian
besar berasal dari usus dan yang paling utama adalah Cl. Welchii. Bakteri ini berkembang
biak dengan cepat sekali menuju ke jaringan ikat dinding perut yang menyebabkan perubahan
warna. Perubahan warna ini terjadi oleh karena reaksi antara H2S (gas pembusukan yang
terjadi dalam usus besar) dengan Hb menjadi Sulf-Meth-Hb.
Tanda pertama pembusukan baru dapat dilihat kira – kira 24 sampai 48 jam pasca mati
berupa warna kehijauan pada dinding abdomen bagian bawah, lebih sering pada fosa iliaka
kanan dimana isinya lebih cair, mengandung lebih banyak bakteri dan letaknya yang lebih
superfisial. Perubahan warna ini secara bertahap akan meluas keseluruh dinding abdomen
sampai ke dada dan bau busukpun mulai tercium. Perubahan warna ini juga dapat dilihat pada
permukaan organ dalam seperti hepar, dimana hepar merupakan organ yang langsung kontak
dengan kolon transversum
Bakteri yang masuk kedalam pembuluh darah akan berkembang biak didalamnya yang
menyebabkan hemolisa yang kemudian mewarnai dinding pembuluh darah dan jaringan
sekitarnya. Bakteri ini memproduksi gas-gas pembusukan yang mengisi pembuluh darah
yang menyebabkan pelebaran pembuluh darah superfisial tanpa merusak dinding pembuluh
darahnya sehingga pembuluh darah beserta cabang-cabangnya tampak lebih jelas seperti
pohon gundul (arborescent pattern atau arborescent mark) yang sering disebut marbling.
Selain bakteri pembusukan ini banyak terdapat dalam intestinal dan paru bakteri-bakteri ini
cenderung berkumpul dalam sistem vena, maka gambaran marbling ini jelas terlihat pada
bahu, dada bagian atas, abdomen bagian bawah dan paha.
Bila Cl.Welchii mulai tumbuh pada satu organ parenchim, maka sitoplasma dari organ sel itu
akan mengalami desintegrasi dan nukleusnya akan dirusak sehingga sel menjadi lisis atau
rhexis. Kemudian sel-sel menjadi lepas sehingga jaringan kehilangan strukturnya. Secara
mikroskopis bakteri dapat dilihat menggumpal pada rongga-rongga jaringan dimana bakteri
tersebut banyak memproduksi gelembung gas. Ukuran gelembung gas yang tadinya kecil
dapat cepat membesar menyerupai honey combed appearance. Lesi ini dapat dilihat pertama
kali pada hati.
Kemudian permukaan lapisan atas epidermis dapat dengan mudah dilepaskan dengan
jaringan yang ada dibawahnya dan ini disebut skin slippage. Skin slippage ini menyebabkan
identifikasi melalui sidik jari sulit dilakukan. Pembentukan gas yang terjadi antara epidermis
dan dermis mengakibatkan timbulnya bula-bula yang bening, fragil, yang dapat berisi cairan
coklat kemerahan yang berbau busuk. Cairan ini kadang-kadang tidak mengisi secara penuh
di dalam bula. Bula dapat menjadi sedemikian besarnya menyerupai pendulum yang
berukuran 5 - 7.5cm dan bila pecah meninggalkan daerah yang berminyak, berkilat dan
berwarna kemerahan, ini disebabkan oleh karena pecahnya sel-sel lemak subkutan sehingga
cairan lemak keluar ke lapisan dermis oleh karena tekanan gas pembusukan dari dalam.
Selain itu epitel kulit, kuku, rambut kepala, aksila dan pubis mudah dicabut dan dilepaskan
oleh karena adanya desintegrasi pada akar rambut.
Selama terjadi pembentukan gas-gas pembusukan, gelembung – gelembung udara mengisi
hampir seluruh jaringan subkutan. Gas yang terdapat di dalam jaringan dinding tubuh akan
menyebabkan terabanya krepitasi udara. Gas ini menyebabkan pembengkakan tubuh yang
menyeluruh, dan tubuh berada dalam sikap pugilistic attitude.
Scrotum dan penis dapat membesar dan membengkak, leher dan muka dapat menggembung,
bibir menonjol seperti frog – like – fashion, Kedua bola mata keluar, lidah terjulur diantara
dua gigi, ini menyebabkan mayat sulit dikenali kembali oleh keluarganya. Pembengkakan
yang terjadi pada seluruh tubuh mengakibatkan berat badan mayat yang tadinya 57 - 63 kg
sebelum mati menjadi 95 - 114 kg sesudah mati.
Tekanan yang meningkat didalam rongga dada oleh karena gas pembusukan yang terjadi
didalam cavum abdominal menyebabkan pengeluaran udara dan cairan pembusukan yang
berasal dari trachea dan bronchus terdorong keluar, bersama-sama dengan cairan darah yang
keluar melalui mulut dan hidung. Cairan pembusukan dapat ditemukan di dalam rongga dada,
ini harus dibedakan dengan hematotorak dan biasanya cairan pembusukan ini tidak lebih dari
200 cc.
Pengeluaran urine dan feses dapat terjadi oleh karena tekanan intra abdominal yang
meningkat. Pada wanita uterus dapat menjadi prolaps dan fetus dapat lahir dari uterus yang
pregnan. Pada anak-anak adanya gas pembusukan dalam tengkorak dan otak menyebabkan
sutura-sutura kepala menjadi mudah terlepas.
Organ-organ dalam mempunyai kecepatan pembusukan yang berbeda-beda. Jaringan
intestinal, medula adrenal dan pancreas akan mengalami autolisis dalam beberapa jam setelah
kematian. Organ-organ dalam lain seperti hati, ginjal dan limpa merupakan organ yang cepat
mengalami pembusukan. Perubahan warna pada dinding lambung terutama di fundus dapat
dilihat dalam 24 jam pertama setelah kematian. Difusi cairan dari kandung empedu
kejaringan sekitarnya menyebabkan perubahan warna pada jaringan sekitarnya menjadi
coklat kehijauan. Pada hati dapat dilihat gambaran honey combs appearance, limpa menjadi
sangat lunak dan mudah robek, dan otak menjadi lunak. Organ dalam seperti paru, otot polos,
otot lurik dan jantung mempunyai kecendrungan untuk lambat mengalami pembusukan.
Sedangkan uterus non gravid, dan prostat merupakan organ yang lebih tahan terhadap
pembusukan karena strukturnya yang berbeda dengan jaringan yang lain yaitu jaringan
fibrousa. Organ-organ ini cukup mudah dikenali walaupun organ-organ lain sudah
mengalami pembusukan lanjut. Ini sangat membantu dalam penentuan identifikasi jenis
kelamin.
Yang menarik pada pembusukan lanjut dari organ dalam ini adalah pembentukan granula-granula milliary atau milliary plaques yang berukuran kecil dengan diameter 1-3 mm yang
terdapat pada permukaan serosa yang terletak pada endotelial dari tubuh seperti pleura,
peritoneum, pericardium dan endocardium. Milliary plaques ini pertama kali ditemukan oleh
Gonzales yang secara mikroskopis berisi kalsium pospat, kalsium karbonat, sel-sel endotelial,
massa seperti sabun dan bakteri, yang secara medikolegal sering dikacaukan dengan proses
peradangan atau keracunan.
Pada orang yang obese, lemak-lemak tubuh terutama perirenal, omentum dan mesenterium
dapat mencair menjadi cairan kuning yang transluscent yang mengisi rongga badan diantara
organ yang dapat menyebabkan autopsi lebih sulit dilakukan.
Disamping bakteri pembusukan insekta juga memegang peranan penting dalam proses
pembusukan sesudah mati. Beberapa jam setelah kematian lalat akan hinggap di badan dan
meletakkan telur-telurnya pada lubang-lubang mata, hidung, mulut dan telinga. Biasanya
jarang pada daerah genitoanal. Bila ada luka ditubuh mayat lalat lebih sering meletakkan
telur-telurnya pada luka tersebut, sehingga bila ada telur atau larva lalat didaerah genitoanal
ini maka dapat dicurigai adanya kekerasan seksual sebelum kematian. Telur-telur lalat ini
akan berubah menjadi larva dalam waktu 24 jam. Larva ini mengeluarkan enzim proteolitik
yang dapat mempercepat penghancuran jaringan pada tubuh. Insekta tidak hanya penting
dalam proses pembusukan tetapi meraka juga memberi informasi penting yang berhubungan
dengan kematian. Insekta dapat dipergunakan untuk memperkirakan saat kematian, memberi
petunjuk bahwa tubuh mayat telah dipindahkan dari satu lokasi ke lokasi lainnya, memberi
tanda pada badan bagian mana yang mengalami trauma, dan dapat dipergunakan dalam
pemeriksaan toksikologi bila jaringan untuk specimen standart juga sudah mengalami
pembusukan.
Hasil akhir dari proses pembusukan ini adalah destruksi jaringan pada tubuh mayat. Dimana
proses ini dipengaruhi oleh banyak faktor. Aktifitas pembusukan sangat optimal pada
temperatur berkisar antara 70°-100°F (21,1-37,8°C) aktifitas ini dihambat bila suhu berada
dibawah 50°F(10°C) atau pada suhu diatas 100°F (lebih dari 37,8°C). Bila mayat diletakkan
pada suhu hangat dan lembab maka proses pembusukan akan berlangsung lebih cepat.
Sebaliknya bila mayat diletakkan pada suhu dingin maka proses pembusukan akan
berlangsung lebih lambat.
Pada bayi yang baru lahir hilangnya panas tubuh yang cepat menghambat pertumbuhan
bakteri disamping pada tubuh bayi yang baru lahir memang terdapat sedikit bakteri sehingga
proses pembusukan berlangsung lebih lambat.
Proses pembusukan juga dapat dipercepat dengan adanya septikemia yang terjadi sebelum
kematian seperti peritonitis fekalis, aborsi septik, dan infeksi paru. Disini gas pembusukan
dapat terjadi walaupun kulit masih terasa hangat.
Media di mana mayat berada juga memegang peranan penting dalam kecepatan pembusukan
mayat. Kecepatan pembusukan ini di gambarkan dalam rumus klasik Casper dengan
perbandingan tanah : air : udara = 1 : 2 : 8 artinya mayat yang dikubur ditanah umumnya
membusuk 8 x lebih lama dari pada mayat yang terdapat di udara terbuka. Ini disebabkan
karena suhu di dalam tanah yang lebih rendah terutama bila dikubur ditempat yang dalam,
terlindung dari predators seperti binatang dan insekta, dan rendahnya oksigen menghambat
berkembang biaknya organisme aerobik.
Bila mayat dikubur didalam pasir dengan kelembaban yang kurang dan iklim yang panas
maka jaringan tubuh mayat akan menjadi kering sebelum terjadi pembusukan. Penyimpangan
dari proses pembusukan ini di sebut mumifikasi. Pada mayat yang tenggelam di dalam air
pengaruh gravitasi tidaklah lebih besar dibandingkan dengan daya tahan air akibatnya
walaupun mayat tenggelam diperlukan daya apung untuk mengapungkan tubuh di dalam air,
sehingga mayat berada dalam posisi karakteristik yaitu kepala dan kedua anggota gerak
berada di bawah sedangkan badab cenderung berada di atas akibatnya lebam mayat lebih
banyak terdapat di daerah kepala sehingga kepala menjadi lebih busuk dibandingkan dengan
anggota badan yang lain. Pada mayat yang tenggelam di dalam air proses pembusukan
umumnya berlangsung lebih lambat dari pada yang di udara terbuka. Pembusukan di dalam
air terutama dipengaruhi oleh temperatur air, kandungan bakteri di dalam air. Kadar garam di
dalamnya dan binatang air sebagai predator.
Degradasi dari sisa-sisa tulang yang dikubur juga cukup bervariasi. Penghancuran tulang
terjadi oleh karena demineralisasi, perusakan oleh akar tumbuhan. Derajat keasaman yang
terdapat pada tanah juga berpengaruh terhadap kecepatan penghancuran tulang. Sisa-sisa
tulang yang dikubur pada tanah yang mempunyai derajat keasaman yang tinggi lebih cepat
terjadi penghancuran daripada tulang yang di kubur di tanah yang bersifat basa.
Faktor yang mempengaruhi pembusukan :
1. Mikroorganisme
2. Suhu optimal (21 – 370C)
3. Kelembaban tinggi mempercepat
4. Sifat mediumnya udara : air : tanah ( 1 : 2 : 8 )
5. Umur bayi, anak, ortu lebih lambat
6. Kostitusi tubuh, gemuk lebih cepat
7. Keadaan waktu mati kematian : edema lebih cepat, dehidrasi lebih lambat
8. Sebab kematian : radang lebih cepat
9. Sex : wanita baru melahirkan (cepat)
Tanda pembusukan :
· Wajah / bibir bengkak, bola mata menonjol
· Lidah terjulur, lubang hidung / mulut keluar darah
· Dari lubang tubuh keluar isinya
· Badan gembung, bulla / kulit ari terkelupas
· Arborescent pattern / marbling
· Dinding perut pecah
· Scrotum / vulva bengkak
· Kuku / rambut terlepas
· Organ dalam membusuk
Interpretasi :
· Tanda pasti kematian
· Taksir saat/lamakematian
· Bedakan dgn bulla intravital :
Bulla Intravital : Warna kulit ari kecoklatan, Kadar albumin/ chlor tinggi, Dasar bulla
hiperemis, Jaringan yang terangkat intra epidermal, Ada rx jaringan/ resapan darah
· Pembusukan : Kuning, Rendah/ tak ada, Merah pembusukan diantara dermis dgn
epidermis, Tidak ada reaksi jaringan/resapan darah
· Bentuk lain post mortem
E. Maserasi,
Adalah perubahan yang terjadi pada mayat yang mati dalam kandungan yang mengandung
dekomposisi protein steril akibat proses autolysis.
Syarat-syarat terjadinya maserasi intrauterin adalah
· Fetus telah mati dan sisanya masih tersimpan dalam uterus dalam waktu lebih dari 24
jam, bahkan akan lebih baik jika pembentukan maserasi terjadi dalam 3-4 hari atau
lebih (jika fetus mati dalam uterus dan dikeluarkan dalam 24 jam, maka sulit untuk
mengetahui apakah fetus mati sebelum atau selama kelahiran dan tidak ada bukti
terjadinya maserasi ataupun mummifikasi)
· Fetus dikelilingi dengan banyak cairan amnion (jika jumlah cairan amnionnya sedikit,
kekurangan darah, dan tidak ada sirkulasi udara dalam uterus, maka fetus akan
mengering yang disebut mummifikasi)
· Membran luar masih tersisa (sehingga tidak ada sirkulasi udara yang terjadi)
· Ibu dari janin masih hidup
Ciri-ciri dari maserasi intrauterine
a. Tubuh yang sudah mati akan halus, odematous, faksid, dan mendatar. Jika diletakkan
pada permukaan yang datar, fetus yang sudah mati akan terlihat lurus dan datar tanpa
menunjukkan kurvaktur yang normal
b. Berwarna merah-tembaga atau seprti merah-daging.
c. Kavitas serous terisi cairan merah keruh
d. Tubuh berbau asam yang khas (racid odour) tapi tidak ada gas yang terbentuk.
e. Adanya “spalding sign” yaitu tanda radiologis terjadinya overlapping dari tulang-tulang tengkorak. Overlapping dari tulang-tulang tengkorak terjadi karena penyusutan
serebrum dan kematian fetus dalam uterus menyebabkan fetus yang sudah mati
tersebut dianggap sebagai benda asing dan uterus akan berusaha untuk
mengeluarkannya dengan kontraksi yang kuat.
F. Mumifikasi,
Mumifikasi adalah proses yang menginhibisi proses pembusukan alami yang memiliki
karakteristik dimana jaringan yang mengalami dehidrasi menjadi kering, berwarna gelap dan
mengerut. Dilihat dari sudut forensik, mummifikasi memberikan keuntungan dalam hal
bertahannya bentuk tubuh, terutama kulit dan beberapa organ dalam, bentuk wajah secara
kasar masih dapat diidentifikasi secara visual. Mumifikasi juga dapat mempreservasi bukti
terjadinya jejas yang menunjukkan kemungkinan sebab kematian.
Mumifikasi adalah modifikasi dari proses dekomposisi tubuh manusia dengan karakteristik
penampakan tubuh yang kering, berwarna coklat, kadang disertai bercak warna putih, hijau
atau hitam yang dibentuk oleh koloni jamur. Pengeringan menyebabkan kulit tampak tertarik
terutama pada tonjolan tulang, seperti pada pipi, dagu, tepi iga dan panggul. Proses ini bisa
terjadi secara alamiah pada kondisi yang khusus dan dapat dibuat oleh manusia sebagai salah
satu cara preservasi jenazah.
Proses setelah terjadi pembusukan adalah penghancuran dari jaringan lunak tubuh oleh aksi
mikro orgamisme seperti bakteri, fungi dan protozoa yang merupakan hasil dari katabolisme
dari jaringan menjadi gas, cairan dan molekul sederhana. Dekomposisi adalah proses yang
rumit, namun terutama bergantung pada suhu lingkungan dan kelembaban. Rata-rata
mummifikasi menjadi lengkap dalam waktu 1-3 bulan dan mumi dapat bertahan lama sekali.
Mumifikasi pada orang dewasa umumnya tidak terjadi pada seluruh bagian tubuh. Pada
umumnya mumifikasi terjadi pada sebagian tubuh, dan pada bagian tubuh lain proses
pembusukan terus berjalan. Menurut Knight, mumifikasi dan adipocere kadang terjadi
bersamaan karena hidrolisa lemak membantu proses pengeringan mayat.
Mumifikasi umumnya terjadi pada daerah dengan kelembaban yang rendah, sirkulasi udara
yang baik dan suhu yang hangat, namun dapat pula terjadi di daerah dingin dengan
kelembaban rendah. Di tempat yang bersuhu panas, mumifikasi lebih mudah terjadi, bahkan
hanya dengan mengubur dangkal mayat dalam tanah berpasir. Sayang sekali di Indonesia
sangat kecil kemungkinan terjadinya mummifikasi karena udara yang sangat lembab. Faktor
dalam tubuh mayat yang mendukung terjadinya mumifikasi antara lain adalah keadaan
dehidrasi premortal, habitus yang kurus dan umur yang muda, dalam hal ini neonatus.
Mumifikasi sering terjadi pada bayi yang meninggal ketika baru lahir. Permukaan tubuh yang
lebih luas dibanding orang dewasa, sedikitnya bakteri dalam tubuh dibanding orang dewasa
membantu penundaan pembusukan sampai terjadinya pengeringan jaringan tubuh. Pada
orang dewasa secara lengkap jarang terjadi, kecuali sengaja dibuat oleh manusia.
Karena sifat jaringan dari tubuh yang termumifikasi cenderung keras dan rapuh, maka untuk
dapat memeriksanya potongan kecil jaringan direndam dalam sodium karbonat atau
campuran alkohol, formalin dan sodium carbonate. Pada proses mummifikasi tubuh yang
lebih lengkap, maka untuk dapat melakukan pemeriksaan dalam, mayat harus direndam
dalam glycerin 15% selama beberapa hari.
Kepentingan forensik yang tak kalah penting pada mumifikasi adalah identifikasi. Walau
terjadi pengerutan namun struktur wajah, rambut dan beberapa kekhususan pada tubuh seperti
tato dapat bertahan sampai bertahun-tahun.
Terpeliharanya sebagian dari anatomi dan topografi jenasah pada proses mumifikasi
memungkinkan pemeriksaan radiologi yang lebih teliti. Dengan pemeriksaan radiologi, jejas-jejas yang mungkin terlewatkan dalam pemeriksaan mayat dan bedah mayat dapat
ditunjukkan dengan jelas dan dieksplorasi kembali lewat pemeriksaan bedah jenasah.
Pemeriksaan CT-scan pada mumi juga dapat mengungkapkan jejas pada lokasi yang sulit
dijangkau, bahkan dengan pemeriksaan bedah mayat.
Proses mumifikasi juga memungkinkan dilakukannya pemeriksaan DNA, bahkan pada
jenasah yang berusia ratusan atau ribuan tahun. Lapisan kulit luar yang miskin akan inti sel
mungkin tidak cukup baik diambil sebagai sampel, namun tulang, akar rambut, organ dalam
dan sisa cairan tubuh yang mengering pada mumi dapat digunakan untuk pemeriksaan DNA.
Yang harus diingat dalam pemanfaatan mumi untuk kepentingan forensik bahwa pada
mummifikasi terjadi pengerutan kulit yang dapat menimbulkan artefak pada kulit yang
menyerupai luka/jejas terutama pada daerah pubis, daerah sekitar leher, dan axilla.
Proses dehidrasi jaringan yang cukup cepat sehingga terjadi pengeringan jaringan yang
selanjutnya dapat menghentikan pembusukan
Jaringan menjadi keras dan kering , warna gelap, keriput dan tidak membusuk
Syarat terjadinya mumifikasi :
a. suhu tinggi,
b. kelembaban rendah,
c. aliran udara tinggi tubuh dehidrasi dan
d. waktu yang lama.
Gejala : Tubuh kurus kering & mengeriput, Kulit kecoklatan & melekat pd jar. dibawahnya,
anatomi organ dalam baik, tdk membusuk
Perkiraan Saat Kematian : Saat kematian diperkirakan berdasarkan tiga perubahan post
mortem yang pokok, yaitu: penurunan suhu, lebam mayat dan kaku mayat; yang dipertegas
lagi dengan keadaan lambung dan pembusukan.
G. Saponifikasi / adipocere
Adipocere (berasal dari bahasa Latin, adipo = lemak dan cera = wax/lilin) merupakan proses
terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak, dan berminyak yang terjadi di dalam
jaringan lunak tubuh postmortem. Proses ini terjadi karena adanya hidrolisis dan hidrogenasi
dari asam lemak tubuh yang tidak jenuh menjadi asam lemak jenuh oleh kerja lipase endogen
dan enzim bakteri intestinal. Asam lemak jenuh kemudian bereaksi dengan alkali membentuk
sabun yang tak larut. Selama proses pembentukan ini, asam lemak bereaksi dengan sodium
yang berasal dari cairan intestinal membentuk “sapodurus” atau sabun yang keras. Membran
sel akan bereaksi dengan potassium membentuk “sapo domesticus” atau sabun lunak. Sabun
keras bersifat mudah rapuh sedangkan sabun lunak tadi akan berbentuk seperti pasta. Jika air
atau lingkungan di sekitar tubuh mengandung banyak mineral, kedua sodium dan potassium
bisa digantikan, memberikan hasil yang lebih keras dan konsistensi yang lebih rapuh. Asam
lemak yang rendah dalam tubuh (sekitar 0,5%), pada saat kematian akan meningkat menjadi
70% sehingga pembentukan adipocere dapat terlihat jelas. Tetapi perlu diketahui bahwa,
lemak dan air sendiri tidak bisa menghasilkan adipocere. Organisme pembusuk seperti
Clostridium welchii yang paling aktif, sangat penting dalam pembentukan adipocere. Hal ini
difasilitasi oleh invasi bakteri endogen pada jaringan postmortem. Adanya konversi asam
lemak tubuh yang tidak jenuh menjadi asam lemak jenuh menyebababkan penurunan pH, dan
menghambat pertumbuhan bakteri. Dengan terbentuknya zat semacam lilin tersebut, maka
proses pembusukan akan tertahan, oleh karena kuman-kuman tidak dapat masuk. Sehingga,
jaringan lunak tubuh dapat bertahan untuk beberapa tahun. Adipocere mempunyai bau asam
yang khas (rancid odour).
Meskipun dekomposisi jaringan lemak hampir terjadi beberapa saat setelah kematian, tapi
pembentukan adipocere umumnya terjadi beberapa minggu sampai beberapa tahun setelah
kematian. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor antara lain; tipe tanah, pH, kelembaban,
temperatur, pembalseman, kondisi terbakar, dan material-material yang ada di sekitar mayat.
Suhu panas, kondisi yang lembab, dan lingkungan anaerob dapat memicu pembentukan
adipocere. Sebab pada dasarnya pembentukan adipocere membutuhkan kondisi yang lembab
atau dengan dicelupkan ke dalam air. Tetapi, air yang terdapat dalam tubuh pada jasad yang
disimpan dalam peti sudah cukup untuk menginduksi terbentuknya adipocere.
Adipocere pada awalnya terbentuk pada jaringan subkutan, umumnya pada pipi, payudara,
dan pantat. Organ viscera seperti liver jarang dilibatkan. Pembentukan adipocere bercampur
dengan sisa-sisa mummifikasi otot, jaringan fibrosa, dan nervus.
Pada suhu yang ideal, kondisi yang lembab, adipocere dapat terlihat dengan mata telanjang
setelah 3 – 4 minggu. Umumnya, pembentukan adipocere membutuhkan waktu beberapa
bulan dan perluasan adipocere umumnya tidak terlihat lagi sebelum 5 atau 6 bulan setelah
kematian. Beberapa penulis menyebutkan bahwa, perubahan yang ekstensif membutuhkan
waktu tidak kurang dari 1 tahun setelah perendaman atau lebih dari 3 tahun setelah
pembakaran.
H. SKELETONISASI (penghancuran jaringan lunak sehingga tampak sisa tulang)
Di udara terbuka tergantung kondisi sekeliling korban, ada tidaknya binatang / serangga
memakan serangga sekeletoniasi dapat terjadi 1 - 3 bulan , setelah 7 bulan bau tulang
sudah mulai hilang.
Pada kasus terkubur :
Sampai 19 bulan = tulang masih utuh.
Sampai 39 bulan = kerusakan berat pada collum vertebralus ( Ruas tulang Belakang )
Sampai 46 bulan = rusak distal ulna dan fibula.
Sampai 61 bulan = rusak tulang panjang, iga, collum Vertebralis.
Sampai 75 bulan = rusak berat iga, collum Vertebralis, tulang panjang
Sampai 82 bulan = distal dan proximal humerus rusak.
5. PENENTUAN SAAT KEMATIAN
Cukup sulit karena tidak ada tanda2 kematian yang dapat digunakan sebagai patokan saat
kematian. Lebam Mayat, Kaku Mayat, waktunya sangat bervariatif, kisaran (range) terlalu
panjang, demikian pula urutan2 kejadiannya sering overlapping.
Perubahan yang digunakan untuk memeperkirakan kematian :
1. Perubahan pada mata. Bila mata terbuka pada atmosfer yang kering, sclera kiri dan
kanan akan berwarna kecoklatan dalam beberapa jam bentuk segitiga dengan dasar
tepi kornea.
Kekeruhan kornea terjadi lapis demi lapis. Kekeruhan terjadi pada lapisan terluar
dapat dihilangkan dengan meneteskan air, tetapi kekeruhan yang telah mencapai
lapisan lebih dalam tidak dapat dihilangkan dengan tetesan air. Kekeruhan menetap
terjadi sejak 6 jam pasca kematian.
Kornea menjadi keruh, baik dalam keadaan mata tertutup maupun terbuka kira – kira
10 – 12 jam pasca kematian dan beberapa jam funduk tidak tampak jelas.
Tekanan bola mata akan menurun, kemungkinan distorsi pupil pada penekanan bola
mata.
Retina akan berubah setelah 15 jam pasca kematian. Hingga 30 menit macula akan
keruh dan diskus optikus memucat. 1 jam kemdian, macula akan lebih pucat dan
tepinya tidak tajam lagi.
2. Perubahan pada lambung. Kecepatan pengosongan lambung bervariasi, sehingga tidak
dapat digunakan untuk memeberikan petunjuk pasti waktu antara makan terakhir atau
saat mati.
3. Perubahan lambung. Dengan mengingat bahwa kecepatan rambut rata – rata 0,4
mm/hari, panjang rambut kumis dan jenggot dapat digunakan untuk memperkirakan
saat kematian.
4. Pertumbuhan kuku. Sejalan dengan pertumbuhan kuku yang diperkirakan sekitar 0,1
mm perhari dapat digunakan untuk memeperkirakan saat kematian.
5. Perubahan dalam cairan serebrospinal.kadar nitrogen asam amino kurang dari 14
mg% menunjukkan kematian belum lewat 10 jam, kadar nitrogen non- protein kurang
dari 80 mg% menunjukkan kematian belum 24 jam, kadar keratin kurang dari 5 mg%
dan 10 mg% masing – masing menunjukkan kematian belum mencapai 10 jam sampai
30 jam.
6. Dalam cairan vitreus terjadi peningkatan kadar kalium yang cukup akurat untuk
memperkirakan saat kematian anatara 24 hingga 100 jam pasca kematian.
7. Kadar semua komponen darah berubah setelah kematian, sehingga analisis darah
pasca mati tidak memeberikan gambaran konsentrasi zat – zat tersebut semasa
hidupnya.
8. Reaksi supravital, yaitu reaksi jaringan tubuh sesaat setelah mati klinis yang masih
sama seperti reaksi jaringan tubuh pada seseorang yang hidup.
Beberapa patokan yang sering digunakan untuk melengkapi data dalam memperkirakan saat
kematian adalah :
1. Keadaan isi lambung, lambung baru kosong setelah makan 3-4 jam, dalam waktu ½
- 1 jam masih berupa bolus/makanan setengah tercerna . Tapi keadaan ini dipengaruhi
oleh jenis makanan, keadaan motilitas lambung dan enzim2 pencernakan, kondisi
mental seseorang, dll.
2. Pertumbuhan rambut, jengot/ kumis, dapat membantu bila diketahui saat terakhir
bercukur. Pertumbuhan rambut 0,4 mm/hari (diperiksa 24 jam pertama pasca mati ).
3. Kekeringan pada kornea, bila kornea terpapar kekeringan terjadi (+/-) 6 jam pasca
mati.
4. Metode entomologik. Banyak variasi/jenis serangga sehingga sulit digunakan, pada
umumnya bila larva ada umur kematian sudah (3-4 hari). Untuk Eropa sikitar (8-14
hari).
5. Secara laboratoris – pemeriksaan zat2 tertentu, seperti :
· Peningkatan kadar K+, laktat, P, urea, glukosa dalam serum.
· Peningkatan AS, laktat, NPN, kosentrasi asam amino dalam LCS pada 15 jam
pertama pasca mati
· Pemeriksaan kadar K+ dalam vitrous Humour, cukup akurat untuk 24 jam-100
jam pasca mati.
6. Pemeriksaan panjang jenggot/kumis sebaiknya dicukur dulu.
7. Penentuan waktu kematian dengan pengukuran kadar K+ dalam vitrous Humour
dengan standard error (+/-) 5 jam. Dengan penelitian yang paling baru ternyata
banyak faktor pengaruh seperti temperature.
pengetahuan / ilmu. Thanatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kematian dan
perubahan-perubahan pada mayat serta faktor-faktor yang mempengaruhi segala sesuatu yang
berhubungan dengan kematian.
Mati di definisikan dengan menggunakan „TRIAS BICHAT‟, yaitu berhentinya ketiga system
penunjang kehidupan, yaitu system saraf, jantung, dan paru secara permanen. Berhentinya
fungsi respirasi, fungsi saraf, dan fungsi sirkulasi membuat orang disebut mati. Berhenti
ketiga organ vital ini sering disebut sebagai mati somatic.
2. Istilah mati
A. MATI SURI ( Apparent death/ Suspended animation )
Adalah penurunan fungsi organ vital sampai taraf minimal yang reversible. Diketahui
ternyata hidup lagi setelah dinyatakan mati. Mati suri sering ditemukan pada kasus keracunan
obat tidur, tersengat listrik atau tersambar petir,dan tenggelam.
B. MATI SOMATIS
Adalah keadaan dimana fungsi ketiga organ vital ( sistem saraf pusat, sistem kardiovaskuler
dan sistem pernafasan ) berhenti secara menetap (ireversibel). Pada klinis didapati:
1. Sistem saraf : Refleks-refleks fisiologis dan patologis, Tonus otot → sehingga
terkesan tubuh saat diangkat berat ( relaksasi primer ).
2. Sistem pernafasan : Tak tampak gerakan dada, Tak teraba udara keluar masuk
hidung, Bulu / serat halus yang ditaruh di depan hidung tidak bergerak, Tak terdengar
suara aliran udara di depan hidung, di trakea, di dada.
3. Sistem kardivaskuler : ECG mendatar, Nadi tidak teraba, Iktus kordis negative,
Denyut jantung tidak terdengar.
C. MATI SELULER
Adalah kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul beberapa saat setelah kematian
somatic. Kerusakan terjadi pada semua organela sel terakhir pada mitokondria. Daya tahan
hidup masing-masing organ atau jaringan berbeda-beda sehingga terjadinya kematian seluler
pada tiap organ atau jaringan tidak bersamaan.
D. MATI SEREBRAL
Kerusakan kedua hemisfer otak yang ireversibel kecuali batang otak dan serebelum, kedua
sistem lain masih berfungsi dengan bantuan alat.
E. MATI BATANG OTAK
Kerusakan seluruh isi neuronal intrakranial yang irreversibel, termasuk batang otak dan
serebelum.
3. Perubahan yang terjadi setelah kematian.
Kematian adalah suatu proses yang dikenal secara linis pada seseorang berupa tanda
kematian. Perubahan pada tubuh mayat adalah dengan melihat tanda kematian pada tubuh
tersebut. Perubahan dapat terjadi dini pada saat meninggal atau beberapa menit kemudian,
misalnya :
- Pernafasan terhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit (inspeksi, palpasi,dan
auskultasi)
- Terhentinya sirkulasi, dinilai selama 15menit, nadi karotis tidak teraba
- Kulit pucat, tetapi bukan merupakan tanda yang dapat dipercaya, karena mungkin
terjadi spasme agonal sehingga wajah tampak kebiruan
- Pembuluh darah retina mengalami segmentasi beberapa menit setelah kematian.
Semen-segmen tersebut bergerak ke arah tepi retina dan kemudian menetap
- Tonus otot menghilang da relaksasi. Relaksasi dari otot-otot wajah menyebabkan kulit
menimbul sehingga kadang-kadang membuat orang menjadi tampak lebih muda.
Kelemasan otot sesaat setelah kematian disebut relaksasi primer
- Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit masih dapat
dihilangkan dengan meneteskan air
4. Tanda – tanda kematian
A. Tanda kematian awal :
- Pernafasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit (inspeksi, palpasi, auskultasi)
- Terhentinya sirkulasi, dinilai selama 15 menit, nadi karotis tidak teraba
- Kulit pucat, tetapi bukan merupakan tanda yang pat dipercaya, karena mungkin terjadi
spasme agonal sehingga wajah tampak kebiruan
- Tonus otot menghilang dan relaksasi. Relaksasi dari otot wajah menyebabkan kulit
menimbul sehingga kadang kadang orang menjadi tampaka lebih muda. Kelemasan
otot sesaat setelah kematian disebut relaksasi primer. Hal ini mengakibatkan
pendataran daerah – daerah yang tertekan, misalnya daerah belikat dan bokong pada
mayat yang terlentang.
- Pembuluh darah retina mengalami segmentasi beberapa menit setelah kematian.
Segmen – segmen tersebut bergerak kearah retina dan menetap.
- Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih dapat
dihilangkan dengan meneteskan air.
B. Tanda lanjut :
a. Algor mortis ( penurunan suhu ),
Akibat adanya perbedaan suhu tubuh dengan suhu disekelilingnya, penurunannya menurut
kurve signoid, mula – mula lambat, cepat lalu melambat kembali. Kecepatan penurunan suhu
pada mayat bergantung kepada suhu lingkungan dan suhu mayat itu sendiri. Pada iklim yang
dingin, maka penurunan suhu mayat berlangsung cepat. Pada iklim panas, kecepatan
penurunan suhu ini adalah 2,5 derajat. Dalam 12-14 jam biasanya suhu mayat akan sama
dengan suhu lingkungan sekitarnya.
Keadaan yang mempengaruhi kecepatan penurunan suhu tubuh :
· Kondisi tubuh gemuk lebih lama terjadi penurunan suhu tubuh.
· Pakaian tebal lebih lama terjadi.
· Suhu pada saat mati tinggi ( demam ) lebih lama terjadi.
· Suhu sekeliling tinggi (padang pasir ) lebih lama terjadi.
· Kelembaban tinggi dan aliran udara lambat terjadi lebih lama
· Rata – rata penurunan suhu tubuh pada daerah tropis adalah Satu Derajat Celcius
Perjam.
· Cara pengukuran yang paling baik, adalah pengukuran suhu rectal (anus) dengan
menggunakan temperatur digital khusus. Temperatur dimasukan ke rektal dengan
sedalam 3 inchi dan pengukuran dilakukan setiap 3 menit.
Faktor yang mempengaruhi Algor mortis yaitu :
a. Faktor lingkungan
b. Suhu tubuh saat kematian ( suhu meningkat, a.m.makin lama)
c. Keadaan fisik tubuh serta pakaian yang menutupinya
d. Aliran udara, kelembaban udara
e. Aktivitas sebelum meninggal, konstitusi tubuh
f. Sebab kematian, posisi tubuh
Cara melakukan penilaian algor mortis:
a. Tempat pengukuran suhu memegang peranan penting
b. Dahi dingin setelah 4 jam post mortem
c. Badan dingin setelah 12 jam post mortem
d. Suhu organ dalam mulai berubah setelah 5 jam post mortem
e. Bila mayat mati dalam air, penurunan suhu tubuhnya tergantung dari suhu, aliran dan
kaeadaan airnya
f. Berbagai skala waktu diajukan dengan rumus : = 98,4 F - suhu rectal F
1,5 F
b. Livor mortis ( lebam mayat )
Lebam mayat atau livor mortis (post-morten hypostatis, suggilation) adalah tanda pertama
bahwa korban pasti meninggal dunia. Hal ini dikarenakan jantung berhenti bekerja, maka
tidak ada lagi sirkulasi darah, akibatnya butir darah mengendap dalam kapiler ditempat yang
letaknya rendah.
Patofisiologi : adanya gravitasi bumi sehingga darah menempati bagian tubuh terbawah,
intensitas dan luasnya berangsur-angsur bertambah sehingga akhirnaya menetap. Membentuk
warna merah ungu ( livide )
Livor mortis terjadi karena :
a. Ekstravasasi dan hemolisis sehingga hemoglobin keluar
b. Kapiler sebagai bejana berhubungan
c. Lemak tubuh mengental saat suhu tubuh menurun
d. Pembuluh darah terjepit ole otot saat rigor mortis
Warna Livide (merah keunguan) terdapat pada bagian tubuh terbawah sesuai posisi korban
saat mati, merupakan proses Hypostatik ( Terkumpulnya darah ) oleh karena adanya daya
tarik bumi.
5 (lima) macam interpretasi Livor mortis :
1. Tanda pasti kematian
2. Menaksir saat kematian
3. Menaksir lama kematian
4. Menaksir penyebab kematian
5. Posisi mayat setelah terjadi lebam bukan
Faktor yang mempengaruhi lebam mayat :
1. Volume darah
- Banyak (CHF) : lebam cepat, luas
- Kurang (anemia) : lebam lama, terbatas
2. Lamanya dalam keadaan cair
3. Warna :
- Umumnya : merah ungu
- Keracunan gas CO : warna merah bata
- Keracunan Sianida : warna merah terang
- Keracunan anillin : warna coklat kebiruan
Menetapnya lebam mayat ( tidak hilang waktu ditekan ) disebabkan :
a. Sel Darah Merah telah memenuhi dengan sesak pembuluh darah kapiler.
b. Pembuluh-pembuluh darah terjepit otot yang mengalami kaku mayat.
c. Lemak dalam plasma yang telah membeku
d. Adanya sistem benjana berhubungan antar pembuluh darah sehingga bila darah telah
masuk pembuluh kecil, sulit keluar kembali ke pembuluh darah yang lebih lebar.
Pada beberapa kasus (tergantung) pembuluh darah pada lebam dapat pecah sehingga
terbentuk bintik-bintik perdarahan oleh karena adanya pembendungan.
Perlu dibedakan antara resapan darah ( memar ) dan lebam mayat, oleh karena resapan
darah diakibatkan pukulan yang warnanya hamper sama dengan lebam mayat.
TANDA – TANDA LEBAM MAYAT RESAPAN DARAH
UKURAN
PERMUKAAN
LOKASI
BILA KULIT DISAYAT &
DISIRAM
Luas
Rata
Bagian terbawah posisi tubuh
Hilang atau lebih pucat oleh
karena darah berada di dalam
pembuluh
Terbatas
Agak menonjol
Dapat dimana saja
Tetap oleh karena darah
meresap pada jarungan otot.
Membedakan Lebam Mayat pada keracunan CO, CN serta pada mayat yang didinginkan :
1. Keracunan CO : Oleh karena terbentuknya HbCO2 dan Myoglobine CO – warna
merah sampai pada otot. Pada saat otot dipotong dan diserap dengan spon atau
disiram, warna merah tidak hilang.
2. Keracunan CN : terbentuk ikatan Cytochrom CN – HbO2 banyak beredar dalam
pembuluh darah, bila otot dipotong dan di serap dengan spon atau disiram , warna
akan berkurang atau menghilang.
3. Pendinginan : Oleh karena HbO2 tidak dapat terurai. Bila mayat didiamkan, warna
menjadi biasa lagi.
Pada keracunan CN, hanya 30-40 % kasus yang berwarna merah oleh karena keracunan CN
lebih banyak bersifat digestif, penyerapannya sedikit demi sedikit. Pada keracunan melalui
inhalasi ( dihirup ) keracunan akan cepat dan banyak, sehingga CN dalam darah naik dengan
cepat dan terjadi manifest warna merah terang.
Distribusi Lebam :
A. Kulit (yg tampak dari luar)
1. Posisi terlentang :
Ø Bagian belakang kepala & leher
Ø Daun telinga
Ø Bagian ekstensor lengan/fleksor : Tungkai & ujung jari bawah kuku
Ø Tidak terdapat pada : daerah gluteus, skapula, bekas tempat dasi.
2. Posisi tengkurap (prone position) : Bagian ventral tubuh, Bagian dahi,pipi dan
dagu, Ekstensor tungkai
3. Posisi tergantung : ujung ekstremitas, Genitalia eksterna
B. Organ Dalam
Ø Posisi terlentang
- Bagian posterior otak besar/kecil
- Bagian dorsal paru/hepar/ginjal
- Bagian posterior dinding lambung
- Usus yg dibawah (dlm rongga panggul)
Waktu terjadinya livor mortis :
· Terjadi setelah mati somatis dan tampak 20 - 30 menit kemudian
· Dengan penekanan hilang → kurang 6 sampai 10 jam
· Ditekan tidak dapat hilang lagi → n lebih 6 sampai 10 jam
Interpretasi :
a. Tanda pasti kematian
b. Menaksir saat/lama kematian
c. Menaksir sebab kematian
d. Menentukan apakah posisi jenazah pernah dirubah atau tidak
C. Rigor mortis ( kaku mayat)
Kaku mayat atau rigor mortis adalah kekakuan yang terjadi pada otot yang kadang-kadang
disertai dengan sedikit pemendekan serabut otot, yang terjadi setelah periode pelemasan /
relaksasi primer. Hal ini terjadi karena perubahan kimia dalam otot, dan hal ini terjadi
serentak disemua otot, baik otot polos maupun otot bergaris.
Terjadi karena adanya perubahan kimiawi pada protein yang terdapat dalam serabut-serabut
otot. Dapat terjadi pada seluruh otot, sekitar 2 jam post – mortal dan mencapai puncaknya
setelah 10 – 12 jam post – mortal, keadaan ini akan menetap selama 24 jam dan menghilang
setelahnya.
Proses terjadi kaku mayat dimulai pada otot-otot kecil daerah muka ( otot kelopak mata )
dilanjutkan ke otot-otot besar dan kaku mayat juga terjadi pada otot-otot polos seperti Cutis
anserina ( kaku otot bulu rambut ), keluarnya sperma, partus post mortal, dll.
Patofisiologi rigor mortis :
a. Terjadi bila cadangan glikogen habis, aktin dan miosin menggumpal
b. Dimulai dari otot kecil ke arah dalam dan menghilang juga dari otot kecil (proteolisis)
c. Bila otot dipaksa diregangkan maka otot akan robek
d. Dapat disertai atau tidak disertai pemendekan serabut otot
Perubahan kekakuan pada mayat :
1. Relaksasi primer : 2-3 jam setelah kematian rigor mortis
2. Relaksasi sekunder. Skala waktu rigor mortis :
- Kurang dari 2-4 jam post mortal belum terjadi rigor mortis
- Lebih dari 3-4 jam post mortal rigor mortis mulia tampak
3. Rigor mortis maksimal 12 jam post mortal
4. Rigor mortis dipertahankan selama12 jam
5. Rigor mortis menghilang 24-36 jam post mortal
Kaku mayat akan dipercepat dengan adanya atau pada kondisi :
1. Orang kurus.
2. Sebelum mati mengalami panas tinggi/radang.
3. Pada suhu sekitar yang tinggi.
4. Melakukan aktifitas fisik yang berat sebelum kematian.
Faktor yang mempengaruhi rigor mortis :
· Aktivitas pre mortal, mempercepat kaku
· Suhu tubuh tinggi, mempercepat kaku
· Bangun tubuh dengan otot athletis, memperlambat kaku
· Suhu lingkungan tinggi, mempercepat kaku
Kekakuan yang menyerupai rigor mortis :
a. Cadaveric spasm, kekakuan yang timbul pada saat kematian dan menetap sesudah
kematian akibat hilangnya ATP lokal saat mati karena kelelahan atau emosi yang
hebat sesat sebelum mati.
- Kontraksi otot pada stadium mati klinis
- Berhubugan dgn faktor psikis & rasa nyeri yg hebat
- Tidak melewati relaksasi primer berlangsung terus sampai relaksasi sekunder
- Kekakuan bersifat setempat & kelompok otot tertentu
- Merupakan tanda intravital
- Bisa ditemukan pada : bunuh diri dgn pistol / senjata tajam, tenggelam /
mendaki gunung, pembunuhan genggam robekan pakaian pembunuh
b. Heat stiffening, kekakuan tubuh akibat lingkungan yang dingin sehingga terjadi
pembekuan cairan tubuh dan pemadatan jaringan lemak subkutan sampai otot.
- Akibat koagulasi protein oleh karena suhu yang tinggi sehingga serat otot
memendek dan lengan / tungkai flexi
- Tidak terjadi rigor mortis & langsung terjadi pembusukan
- Biasa pada mati terbakar
- Pada mayat terbakar seluruhnya posisi pugilistic attitude / boxer houding /
coitus houding
c. Cold stiffening, kekakuan otot akibat koagulasi protein karena panas sehingga
serabut otot memendek dan terjadi fleksi sendi. Misalnya pada mayat yang
tersimpan dalam ruangan dengan pemanas ruangan dalam waktu yang lama.
- Akibat membekunya cairan tubuh pada sendi (synovial) persendian kaku
- Bila digerakkan terdengar krepitasi / ice cracking
D. Dekomposisi (pembusukan)
Pembusukan adalah suatu proses dari perkembangan post mortem. Pembusukan merupakan
hasil dari autolisis dan aktivitas mikroorganisme. autolisis adalah perlunakan dan pencairan
jaringan yang terjadi dalam keadaan steril melalui proses kimia yang disebabkan oleh enzim-enzim intraseluler, sehingga organ-organ yang kaya dengan enzim-enzim akan mengalami
proses autolisis lebih cepat daripada organ-organ yang tidak memiliki enzim, dengan
demikian pancreas akan mengalami autolisis lebih cepat dari pada jantung.
Para ahli juga mengatakan bahwa proses auotolisis terjadi sebagai akibat dari pengaruh enzim
yang dilepaskan pasca mati. Mula-mula yang terkena ialah nukleoprotein yang terdapat pada
kromatin dan sesudah itu sitoplasmanya, kemudian dinding sel akan mengalami kehancuran
sebagai akibatnya jaringan akan menjadi lunak dan mencair.
Proses autolisis ini tidak dipengaruhi oleh mikroorganisme oleh karena itu pada mayat yang
steril misalnya mayat bayi dalam kandungan proses autolisis ini tetap terjadi.
Pembusukan adalah proses penghancuran jaringan pada tubuh yang disebabkan terutama oleh
bakteri anaerob yang berasal dari traktus gastrointestinal. Dimana basil Coliformis dan
Clostridium Welchii merupakan penyebab utamanya, sedangkan bakteri yang lain seperti
Streptococcus, Staphylococcus, B.Proteus, jamur dan enzim-enzim seluler juga memberikan
kontribusinya sebagai organisme penghancur jaringan pada fase akhir dari pembusukan.
Setelah seseorang meninggal, maka semua sistem pertahanan tubuh akan hilang, bakteri yang
secara normal dihambat oleh jaringan tubuh akan segera masuk ke jaringan tubuh melalui
pembuluh darah, dimana darah merupakan media yang terbaik bagi bakteri untuk
berkembang biak. Bakteri ini menyebabkan hemolisa, pencairan bekuan darah yang terjadi
sebelum dan sesudah mati, pencairan trombus atau emboli, perusakan jaringan-jaringan dan
pembentukan gas pembusukan. Bakteri yang sering menyebabkan destruktif ini sebagian
besar berasal dari usus dan yang paling utama adalah Cl. Welchii. Bakteri ini berkembang
biak dengan cepat sekali menuju ke jaringan ikat dinding perut yang menyebabkan perubahan
warna. Perubahan warna ini terjadi oleh karena reaksi antara H2S (gas pembusukan yang
terjadi dalam usus besar) dengan Hb menjadi Sulf-Meth-Hb.
Tanda pertama pembusukan baru dapat dilihat kira – kira 24 sampai 48 jam pasca mati
berupa warna kehijauan pada dinding abdomen bagian bawah, lebih sering pada fosa iliaka
kanan dimana isinya lebih cair, mengandung lebih banyak bakteri dan letaknya yang lebih
superfisial. Perubahan warna ini secara bertahap akan meluas keseluruh dinding abdomen
sampai ke dada dan bau busukpun mulai tercium. Perubahan warna ini juga dapat dilihat pada
permukaan organ dalam seperti hepar, dimana hepar merupakan organ yang langsung kontak
dengan kolon transversum
Bakteri yang masuk kedalam pembuluh darah akan berkembang biak didalamnya yang
menyebabkan hemolisa yang kemudian mewarnai dinding pembuluh darah dan jaringan
sekitarnya. Bakteri ini memproduksi gas-gas pembusukan yang mengisi pembuluh darah
yang menyebabkan pelebaran pembuluh darah superfisial tanpa merusak dinding pembuluh
darahnya sehingga pembuluh darah beserta cabang-cabangnya tampak lebih jelas seperti
pohon gundul (arborescent pattern atau arborescent mark) yang sering disebut marbling.
Selain bakteri pembusukan ini banyak terdapat dalam intestinal dan paru bakteri-bakteri ini
cenderung berkumpul dalam sistem vena, maka gambaran marbling ini jelas terlihat pada
bahu, dada bagian atas, abdomen bagian bawah dan paha.
Bila Cl.Welchii mulai tumbuh pada satu organ parenchim, maka sitoplasma dari organ sel itu
akan mengalami desintegrasi dan nukleusnya akan dirusak sehingga sel menjadi lisis atau
rhexis. Kemudian sel-sel menjadi lepas sehingga jaringan kehilangan strukturnya. Secara
mikroskopis bakteri dapat dilihat menggumpal pada rongga-rongga jaringan dimana bakteri
tersebut banyak memproduksi gelembung gas. Ukuran gelembung gas yang tadinya kecil
dapat cepat membesar menyerupai honey combed appearance. Lesi ini dapat dilihat pertama
kali pada hati.
Kemudian permukaan lapisan atas epidermis dapat dengan mudah dilepaskan dengan
jaringan yang ada dibawahnya dan ini disebut skin slippage. Skin slippage ini menyebabkan
identifikasi melalui sidik jari sulit dilakukan. Pembentukan gas yang terjadi antara epidermis
dan dermis mengakibatkan timbulnya bula-bula yang bening, fragil, yang dapat berisi cairan
coklat kemerahan yang berbau busuk. Cairan ini kadang-kadang tidak mengisi secara penuh
di dalam bula. Bula dapat menjadi sedemikian besarnya menyerupai pendulum yang
berukuran 5 - 7.5cm dan bila pecah meninggalkan daerah yang berminyak, berkilat dan
berwarna kemerahan, ini disebabkan oleh karena pecahnya sel-sel lemak subkutan sehingga
cairan lemak keluar ke lapisan dermis oleh karena tekanan gas pembusukan dari dalam.
Selain itu epitel kulit, kuku, rambut kepala, aksila dan pubis mudah dicabut dan dilepaskan
oleh karena adanya desintegrasi pada akar rambut.
Selama terjadi pembentukan gas-gas pembusukan, gelembung – gelembung udara mengisi
hampir seluruh jaringan subkutan. Gas yang terdapat di dalam jaringan dinding tubuh akan
menyebabkan terabanya krepitasi udara. Gas ini menyebabkan pembengkakan tubuh yang
menyeluruh, dan tubuh berada dalam sikap pugilistic attitude.
Scrotum dan penis dapat membesar dan membengkak, leher dan muka dapat menggembung,
bibir menonjol seperti frog – like – fashion, Kedua bola mata keluar, lidah terjulur diantara
dua gigi, ini menyebabkan mayat sulit dikenali kembali oleh keluarganya. Pembengkakan
yang terjadi pada seluruh tubuh mengakibatkan berat badan mayat yang tadinya 57 - 63 kg
sebelum mati menjadi 95 - 114 kg sesudah mati.
Tekanan yang meningkat didalam rongga dada oleh karena gas pembusukan yang terjadi
didalam cavum abdominal menyebabkan pengeluaran udara dan cairan pembusukan yang
berasal dari trachea dan bronchus terdorong keluar, bersama-sama dengan cairan darah yang
keluar melalui mulut dan hidung. Cairan pembusukan dapat ditemukan di dalam rongga dada,
ini harus dibedakan dengan hematotorak dan biasanya cairan pembusukan ini tidak lebih dari
200 cc.
Pengeluaran urine dan feses dapat terjadi oleh karena tekanan intra abdominal yang
meningkat. Pada wanita uterus dapat menjadi prolaps dan fetus dapat lahir dari uterus yang
pregnan. Pada anak-anak adanya gas pembusukan dalam tengkorak dan otak menyebabkan
sutura-sutura kepala menjadi mudah terlepas.
Organ-organ dalam mempunyai kecepatan pembusukan yang berbeda-beda. Jaringan
intestinal, medula adrenal dan pancreas akan mengalami autolisis dalam beberapa jam setelah
kematian. Organ-organ dalam lain seperti hati, ginjal dan limpa merupakan organ yang cepat
mengalami pembusukan. Perubahan warna pada dinding lambung terutama di fundus dapat
dilihat dalam 24 jam pertama setelah kematian. Difusi cairan dari kandung empedu
kejaringan sekitarnya menyebabkan perubahan warna pada jaringan sekitarnya menjadi
coklat kehijauan. Pada hati dapat dilihat gambaran honey combs appearance, limpa menjadi
sangat lunak dan mudah robek, dan otak menjadi lunak. Organ dalam seperti paru, otot polos,
otot lurik dan jantung mempunyai kecendrungan untuk lambat mengalami pembusukan.
Sedangkan uterus non gravid, dan prostat merupakan organ yang lebih tahan terhadap
pembusukan karena strukturnya yang berbeda dengan jaringan yang lain yaitu jaringan
fibrousa. Organ-organ ini cukup mudah dikenali walaupun organ-organ lain sudah
mengalami pembusukan lanjut. Ini sangat membantu dalam penentuan identifikasi jenis
kelamin.
Yang menarik pada pembusukan lanjut dari organ dalam ini adalah pembentukan granula-granula milliary atau milliary plaques yang berukuran kecil dengan diameter 1-3 mm yang
terdapat pada permukaan serosa yang terletak pada endotelial dari tubuh seperti pleura,
peritoneum, pericardium dan endocardium. Milliary plaques ini pertama kali ditemukan oleh
Gonzales yang secara mikroskopis berisi kalsium pospat, kalsium karbonat, sel-sel endotelial,
massa seperti sabun dan bakteri, yang secara medikolegal sering dikacaukan dengan proses
peradangan atau keracunan.
Pada orang yang obese, lemak-lemak tubuh terutama perirenal, omentum dan mesenterium
dapat mencair menjadi cairan kuning yang transluscent yang mengisi rongga badan diantara
organ yang dapat menyebabkan autopsi lebih sulit dilakukan.
Disamping bakteri pembusukan insekta juga memegang peranan penting dalam proses
pembusukan sesudah mati. Beberapa jam setelah kematian lalat akan hinggap di badan dan
meletakkan telur-telurnya pada lubang-lubang mata, hidung, mulut dan telinga. Biasanya
jarang pada daerah genitoanal. Bila ada luka ditubuh mayat lalat lebih sering meletakkan
telur-telurnya pada luka tersebut, sehingga bila ada telur atau larva lalat didaerah genitoanal
ini maka dapat dicurigai adanya kekerasan seksual sebelum kematian. Telur-telur lalat ini
akan berubah menjadi larva dalam waktu 24 jam. Larva ini mengeluarkan enzim proteolitik
yang dapat mempercepat penghancuran jaringan pada tubuh. Insekta tidak hanya penting
dalam proses pembusukan tetapi meraka juga memberi informasi penting yang berhubungan
dengan kematian. Insekta dapat dipergunakan untuk memperkirakan saat kematian, memberi
petunjuk bahwa tubuh mayat telah dipindahkan dari satu lokasi ke lokasi lainnya, memberi
tanda pada badan bagian mana yang mengalami trauma, dan dapat dipergunakan dalam
pemeriksaan toksikologi bila jaringan untuk specimen standart juga sudah mengalami
pembusukan.
Hasil akhir dari proses pembusukan ini adalah destruksi jaringan pada tubuh mayat. Dimana
proses ini dipengaruhi oleh banyak faktor. Aktifitas pembusukan sangat optimal pada
temperatur berkisar antara 70°-100°F (21,1-37,8°C) aktifitas ini dihambat bila suhu berada
dibawah 50°F(10°C) atau pada suhu diatas 100°F (lebih dari 37,8°C). Bila mayat diletakkan
pada suhu hangat dan lembab maka proses pembusukan akan berlangsung lebih cepat.
Sebaliknya bila mayat diletakkan pada suhu dingin maka proses pembusukan akan
berlangsung lebih lambat.
Pada bayi yang baru lahir hilangnya panas tubuh yang cepat menghambat pertumbuhan
bakteri disamping pada tubuh bayi yang baru lahir memang terdapat sedikit bakteri sehingga
proses pembusukan berlangsung lebih lambat.
Proses pembusukan juga dapat dipercepat dengan adanya septikemia yang terjadi sebelum
kematian seperti peritonitis fekalis, aborsi septik, dan infeksi paru. Disini gas pembusukan
dapat terjadi walaupun kulit masih terasa hangat.
Media di mana mayat berada juga memegang peranan penting dalam kecepatan pembusukan
mayat. Kecepatan pembusukan ini di gambarkan dalam rumus klasik Casper dengan
perbandingan tanah : air : udara = 1 : 2 : 8 artinya mayat yang dikubur ditanah umumnya
membusuk 8 x lebih lama dari pada mayat yang terdapat di udara terbuka. Ini disebabkan
karena suhu di dalam tanah yang lebih rendah terutama bila dikubur ditempat yang dalam,
terlindung dari predators seperti binatang dan insekta, dan rendahnya oksigen menghambat
berkembang biaknya organisme aerobik.
Bila mayat dikubur didalam pasir dengan kelembaban yang kurang dan iklim yang panas
maka jaringan tubuh mayat akan menjadi kering sebelum terjadi pembusukan. Penyimpangan
dari proses pembusukan ini di sebut mumifikasi. Pada mayat yang tenggelam di dalam air
pengaruh gravitasi tidaklah lebih besar dibandingkan dengan daya tahan air akibatnya
walaupun mayat tenggelam diperlukan daya apung untuk mengapungkan tubuh di dalam air,
sehingga mayat berada dalam posisi karakteristik yaitu kepala dan kedua anggota gerak
berada di bawah sedangkan badab cenderung berada di atas akibatnya lebam mayat lebih
banyak terdapat di daerah kepala sehingga kepala menjadi lebih busuk dibandingkan dengan
anggota badan yang lain. Pada mayat yang tenggelam di dalam air proses pembusukan
umumnya berlangsung lebih lambat dari pada yang di udara terbuka. Pembusukan di dalam
air terutama dipengaruhi oleh temperatur air, kandungan bakteri di dalam air. Kadar garam di
dalamnya dan binatang air sebagai predator.
Degradasi dari sisa-sisa tulang yang dikubur juga cukup bervariasi. Penghancuran tulang
terjadi oleh karena demineralisasi, perusakan oleh akar tumbuhan. Derajat keasaman yang
terdapat pada tanah juga berpengaruh terhadap kecepatan penghancuran tulang. Sisa-sisa
tulang yang dikubur pada tanah yang mempunyai derajat keasaman yang tinggi lebih cepat
terjadi penghancuran daripada tulang yang di kubur di tanah yang bersifat basa.
Faktor yang mempengaruhi pembusukan :
1. Mikroorganisme
2. Suhu optimal (21 – 370C)
3. Kelembaban tinggi mempercepat
4. Sifat mediumnya udara : air : tanah ( 1 : 2 : 8 )
5. Umur bayi, anak, ortu lebih lambat
6. Kostitusi tubuh, gemuk lebih cepat
7. Keadaan waktu mati kematian : edema lebih cepat, dehidrasi lebih lambat
8. Sebab kematian : radang lebih cepat
9. Sex : wanita baru melahirkan (cepat)
Tanda pembusukan :
· Wajah / bibir bengkak, bola mata menonjol
· Lidah terjulur, lubang hidung / mulut keluar darah
· Dari lubang tubuh keluar isinya
· Badan gembung, bulla / kulit ari terkelupas
· Arborescent pattern / marbling
· Dinding perut pecah
· Scrotum / vulva bengkak
· Kuku / rambut terlepas
· Organ dalam membusuk
Interpretasi :
· Tanda pasti kematian
· Taksir saat/lamakematian
· Bedakan dgn bulla intravital :
Bulla Intravital : Warna kulit ari kecoklatan, Kadar albumin/ chlor tinggi, Dasar bulla
hiperemis, Jaringan yang terangkat intra epidermal, Ada rx jaringan/ resapan darah
· Pembusukan : Kuning, Rendah/ tak ada, Merah pembusukan diantara dermis dgn
epidermis, Tidak ada reaksi jaringan/resapan darah
· Bentuk lain post mortem
E. Maserasi,
Adalah perubahan yang terjadi pada mayat yang mati dalam kandungan yang mengandung
dekomposisi protein steril akibat proses autolysis.
Syarat-syarat terjadinya maserasi intrauterin adalah
· Fetus telah mati dan sisanya masih tersimpan dalam uterus dalam waktu lebih dari 24
jam, bahkan akan lebih baik jika pembentukan maserasi terjadi dalam 3-4 hari atau
lebih (jika fetus mati dalam uterus dan dikeluarkan dalam 24 jam, maka sulit untuk
mengetahui apakah fetus mati sebelum atau selama kelahiran dan tidak ada bukti
terjadinya maserasi ataupun mummifikasi)
· Fetus dikelilingi dengan banyak cairan amnion (jika jumlah cairan amnionnya sedikit,
kekurangan darah, dan tidak ada sirkulasi udara dalam uterus, maka fetus akan
mengering yang disebut mummifikasi)
· Membran luar masih tersisa (sehingga tidak ada sirkulasi udara yang terjadi)
· Ibu dari janin masih hidup
Ciri-ciri dari maserasi intrauterine
a. Tubuh yang sudah mati akan halus, odematous, faksid, dan mendatar. Jika diletakkan
pada permukaan yang datar, fetus yang sudah mati akan terlihat lurus dan datar tanpa
menunjukkan kurvaktur yang normal
b. Berwarna merah-tembaga atau seprti merah-daging.
c. Kavitas serous terisi cairan merah keruh
d. Tubuh berbau asam yang khas (racid odour) tapi tidak ada gas yang terbentuk.
e. Adanya “spalding sign” yaitu tanda radiologis terjadinya overlapping dari tulang-tulang tengkorak. Overlapping dari tulang-tulang tengkorak terjadi karena penyusutan
serebrum dan kematian fetus dalam uterus menyebabkan fetus yang sudah mati
tersebut dianggap sebagai benda asing dan uterus akan berusaha untuk
mengeluarkannya dengan kontraksi yang kuat.
F. Mumifikasi,
Mumifikasi adalah proses yang menginhibisi proses pembusukan alami yang memiliki
karakteristik dimana jaringan yang mengalami dehidrasi menjadi kering, berwarna gelap dan
mengerut. Dilihat dari sudut forensik, mummifikasi memberikan keuntungan dalam hal
bertahannya bentuk tubuh, terutama kulit dan beberapa organ dalam, bentuk wajah secara
kasar masih dapat diidentifikasi secara visual. Mumifikasi juga dapat mempreservasi bukti
terjadinya jejas yang menunjukkan kemungkinan sebab kematian.
Mumifikasi adalah modifikasi dari proses dekomposisi tubuh manusia dengan karakteristik
penampakan tubuh yang kering, berwarna coklat, kadang disertai bercak warna putih, hijau
atau hitam yang dibentuk oleh koloni jamur. Pengeringan menyebabkan kulit tampak tertarik
terutama pada tonjolan tulang, seperti pada pipi, dagu, tepi iga dan panggul. Proses ini bisa
terjadi secara alamiah pada kondisi yang khusus dan dapat dibuat oleh manusia sebagai salah
satu cara preservasi jenazah.
Proses setelah terjadi pembusukan adalah penghancuran dari jaringan lunak tubuh oleh aksi
mikro orgamisme seperti bakteri, fungi dan protozoa yang merupakan hasil dari katabolisme
dari jaringan menjadi gas, cairan dan molekul sederhana. Dekomposisi adalah proses yang
rumit, namun terutama bergantung pada suhu lingkungan dan kelembaban. Rata-rata
mummifikasi menjadi lengkap dalam waktu 1-3 bulan dan mumi dapat bertahan lama sekali.
Mumifikasi pada orang dewasa umumnya tidak terjadi pada seluruh bagian tubuh. Pada
umumnya mumifikasi terjadi pada sebagian tubuh, dan pada bagian tubuh lain proses
pembusukan terus berjalan. Menurut Knight, mumifikasi dan adipocere kadang terjadi
bersamaan karena hidrolisa lemak membantu proses pengeringan mayat.
Mumifikasi umumnya terjadi pada daerah dengan kelembaban yang rendah, sirkulasi udara
yang baik dan suhu yang hangat, namun dapat pula terjadi di daerah dingin dengan
kelembaban rendah. Di tempat yang bersuhu panas, mumifikasi lebih mudah terjadi, bahkan
hanya dengan mengubur dangkal mayat dalam tanah berpasir. Sayang sekali di Indonesia
sangat kecil kemungkinan terjadinya mummifikasi karena udara yang sangat lembab. Faktor
dalam tubuh mayat yang mendukung terjadinya mumifikasi antara lain adalah keadaan
dehidrasi premortal, habitus yang kurus dan umur yang muda, dalam hal ini neonatus.
Mumifikasi sering terjadi pada bayi yang meninggal ketika baru lahir. Permukaan tubuh yang
lebih luas dibanding orang dewasa, sedikitnya bakteri dalam tubuh dibanding orang dewasa
membantu penundaan pembusukan sampai terjadinya pengeringan jaringan tubuh. Pada
orang dewasa secara lengkap jarang terjadi, kecuali sengaja dibuat oleh manusia.
Karena sifat jaringan dari tubuh yang termumifikasi cenderung keras dan rapuh, maka untuk
dapat memeriksanya potongan kecil jaringan direndam dalam sodium karbonat atau
campuran alkohol, formalin dan sodium carbonate. Pada proses mummifikasi tubuh yang
lebih lengkap, maka untuk dapat melakukan pemeriksaan dalam, mayat harus direndam
dalam glycerin 15% selama beberapa hari.
Kepentingan forensik yang tak kalah penting pada mumifikasi adalah identifikasi. Walau
terjadi pengerutan namun struktur wajah, rambut dan beberapa kekhususan pada tubuh seperti
tato dapat bertahan sampai bertahun-tahun.
Terpeliharanya sebagian dari anatomi dan topografi jenasah pada proses mumifikasi
memungkinkan pemeriksaan radiologi yang lebih teliti. Dengan pemeriksaan radiologi, jejas-jejas yang mungkin terlewatkan dalam pemeriksaan mayat dan bedah mayat dapat
ditunjukkan dengan jelas dan dieksplorasi kembali lewat pemeriksaan bedah jenasah.
Pemeriksaan CT-scan pada mumi juga dapat mengungkapkan jejas pada lokasi yang sulit
dijangkau, bahkan dengan pemeriksaan bedah mayat.
Proses mumifikasi juga memungkinkan dilakukannya pemeriksaan DNA, bahkan pada
jenasah yang berusia ratusan atau ribuan tahun. Lapisan kulit luar yang miskin akan inti sel
mungkin tidak cukup baik diambil sebagai sampel, namun tulang, akar rambut, organ dalam
dan sisa cairan tubuh yang mengering pada mumi dapat digunakan untuk pemeriksaan DNA.
Yang harus diingat dalam pemanfaatan mumi untuk kepentingan forensik bahwa pada
mummifikasi terjadi pengerutan kulit yang dapat menimbulkan artefak pada kulit yang
menyerupai luka/jejas terutama pada daerah pubis, daerah sekitar leher, dan axilla.
Proses dehidrasi jaringan yang cukup cepat sehingga terjadi pengeringan jaringan yang
selanjutnya dapat menghentikan pembusukan
Jaringan menjadi keras dan kering , warna gelap, keriput dan tidak membusuk
Syarat terjadinya mumifikasi :
a. suhu tinggi,
b. kelembaban rendah,
c. aliran udara tinggi tubuh dehidrasi dan
d. waktu yang lama.
Gejala : Tubuh kurus kering & mengeriput, Kulit kecoklatan & melekat pd jar. dibawahnya,
anatomi organ dalam baik, tdk membusuk
Perkiraan Saat Kematian : Saat kematian diperkirakan berdasarkan tiga perubahan post
mortem yang pokok, yaitu: penurunan suhu, lebam mayat dan kaku mayat; yang dipertegas
lagi dengan keadaan lambung dan pembusukan.
G. Saponifikasi / adipocere
Adipocere (berasal dari bahasa Latin, adipo = lemak dan cera = wax/lilin) merupakan proses
terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak, dan berminyak yang terjadi di dalam
jaringan lunak tubuh postmortem. Proses ini terjadi karena adanya hidrolisis dan hidrogenasi
dari asam lemak tubuh yang tidak jenuh menjadi asam lemak jenuh oleh kerja lipase endogen
dan enzim bakteri intestinal. Asam lemak jenuh kemudian bereaksi dengan alkali membentuk
sabun yang tak larut. Selama proses pembentukan ini, asam lemak bereaksi dengan sodium
yang berasal dari cairan intestinal membentuk “sapodurus” atau sabun yang keras. Membran
sel akan bereaksi dengan potassium membentuk “sapo domesticus” atau sabun lunak. Sabun
keras bersifat mudah rapuh sedangkan sabun lunak tadi akan berbentuk seperti pasta. Jika air
atau lingkungan di sekitar tubuh mengandung banyak mineral, kedua sodium dan potassium
bisa digantikan, memberikan hasil yang lebih keras dan konsistensi yang lebih rapuh. Asam
lemak yang rendah dalam tubuh (sekitar 0,5%), pada saat kematian akan meningkat menjadi
70% sehingga pembentukan adipocere dapat terlihat jelas. Tetapi perlu diketahui bahwa,
lemak dan air sendiri tidak bisa menghasilkan adipocere. Organisme pembusuk seperti
Clostridium welchii yang paling aktif, sangat penting dalam pembentukan adipocere. Hal ini
difasilitasi oleh invasi bakteri endogen pada jaringan postmortem. Adanya konversi asam
lemak tubuh yang tidak jenuh menjadi asam lemak jenuh menyebababkan penurunan pH, dan
menghambat pertumbuhan bakteri. Dengan terbentuknya zat semacam lilin tersebut, maka
proses pembusukan akan tertahan, oleh karena kuman-kuman tidak dapat masuk. Sehingga,
jaringan lunak tubuh dapat bertahan untuk beberapa tahun. Adipocere mempunyai bau asam
yang khas (rancid odour).
Meskipun dekomposisi jaringan lemak hampir terjadi beberapa saat setelah kematian, tapi
pembentukan adipocere umumnya terjadi beberapa minggu sampai beberapa tahun setelah
kematian. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor antara lain; tipe tanah, pH, kelembaban,
temperatur, pembalseman, kondisi terbakar, dan material-material yang ada di sekitar mayat.
Suhu panas, kondisi yang lembab, dan lingkungan anaerob dapat memicu pembentukan
adipocere. Sebab pada dasarnya pembentukan adipocere membutuhkan kondisi yang lembab
atau dengan dicelupkan ke dalam air. Tetapi, air yang terdapat dalam tubuh pada jasad yang
disimpan dalam peti sudah cukup untuk menginduksi terbentuknya adipocere.
Adipocere pada awalnya terbentuk pada jaringan subkutan, umumnya pada pipi, payudara,
dan pantat. Organ viscera seperti liver jarang dilibatkan. Pembentukan adipocere bercampur
dengan sisa-sisa mummifikasi otot, jaringan fibrosa, dan nervus.
Pada suhu yang ideal, kondisi yang lembab, adipocere dapat terlihat dengan mata telanjang
setelah 3 – 4 minggu. Umumnya, pembentukan adipocere membutuhkan waktu beberapa
bulan dan perluasan adipocere umumnya tidak terlihat lagi sebelum 5 atau 6 bulan setelah
kematian. Beberapa penulis menyebutkan bahwa, perubahan yang ekstensif membutuhkan
waktu tidak kurang dari 1 tahun setelah perendaman atau lebih dari 3 tahun setelah
pembakaran.
H. SKELETONISASI (penghancuran jaringan lunak sehingga tampak sisa tulang)
Di udara terbuka tergantung kondisi sekeliling korban, ada tidaknya binatang / serangga
memakan serangga sekeletoniasi dapat terjadi 1 - 3 bulan , setelah 7 bulan bau tulang
sudah mulai hilang.
Pada kasus terkubur :
Sampai 19 bulan = tulang masih utuh.
Sampai 39 bulan = kerusakan berat pada collum vertebralus ( Ruas tulang Belakang )
Sampai 46 bulan = rusak distal ulna dan fibula.
Sampai 61 bulan = rusak tulang panjang, iga, collum Vertebralis.
Sampai 75 bulan = rusak berat iga, collum Vertebralis, tulang panjang
Sampai 82 bulan = distal dan proximal humerus rusak.
5. PENENTUAN SAAT KEMATIAN
Cukup sulit karena tidak ada tanda2 kematian yang dapat digunakan sebagai patokan saat
kematian. Lebam Mayat, Kaku Mayat, waktunya sangat bervariatif, kisaran (range) terlalu
panjang, demikian pula urutan2 kejadiannya sering overlapping.
Perubahan yang digunakan untuk memeperkirakan kematian :
1. Perubahan pada mata. Bila mata terbuka pada atmosfer yang kering, sclera kiri dan
kanan akan berwarna kecoklatan dalam beberapa jam bentuk segitiga dengan dasar
tepi kornea.
Kekeruhan kornea terjadi lapis demi lapis. Kekeruhan terjadi pada lapisan terluar
dapat dihilangkan dengan meneteskan air, tetapi kekeruhan yang telah mencapai
lapisan lebih dalam tidak dapat dihilangkan dengan tetesan air. Kekeruhan menetap
terjadi sejak 6 jam pasca kematian.
Kornea menjadi keruh, baik dalam keadaan mata tertutup maupun terbuka kira – kira
10 – 12 jam pasca kematian dan beberapa jam funduk tidak tampak jelas.
Tekanan bola mata akan menurun, kemungkinan distorsi pupil pada penekanan bola
mata.
Retina akan berubah setelah 15 jam pasca kematian. Hingga 30 menit macula akan
keruh dan diskus optikus memucat. 1 jam kemdian, macula akan lebih pucat dan
tepinya tidak tajam lagi.
2. Perubahan pada lambung. Kecepatan pengosongan lambung bervariasi, sehingga tidak
dapat digunakan untuk memeberikan petunjuk pasti waktu antara makan terakhir atau
saat mati.
3. Perubahan lambung. Dengan mengingat bahwa kecepatan rambut rata – rata 0,4
mm/hari, panjang rambut kumis dan jenggot dapat digunakan untuk memperkirakan
saat kematian.
4. Pertumbuhan kuku. Sejalan dengan pertumbuhan kuku yang diperkirakan sekitar 0,1
mm perhari dapat digunakan untuk memeperkirakan saat kematian.
5. Perubahan dalam cairan serebrospinal.kadar nitrogen asam amino kurang dari 14
mg% menunjukkan kematian belum lewat 10 jam, kadar nitrogen non- protein kurang
dari 80 mg% menunjukkan kematian belum 24 jam, kadar keratin kurang dari 5 mg%
dan 10 mg% masing – masing menunjukkan kematian belum mencapai 10 jam sampai
30 jam.
6. Dalam cairan vitreus terjadi peningkatan kadar kalium yang cukup akurat untuk
memperkirakan saat kematian anatara 24 hingga 100 jam pasca kematian.
7. Kadar semua komponen darah berubah setelah kematian, sehingga analisis darah
pasca mati tidak memeberikan gambaran konsentrasi zat – zat tersebut semasa
hidupnya.
8. Reaksi supravital, yaitu reaksi jaringan tubuh sesaat setelah mati klinis yang masih
sama seperti reaksi jaringan tubuh pada seseorang yang hidup.
Beberapa patokan yang sering digunakan untuk melengkapi data dalam memperkirakan saat
kematian adalah :
1. Keadaan isi lambung, lambung baru kosong setelah makan 3-4 jam, dalam waktu ½
- 1 jam masih berupa bolus/makanan setengah tercerna . Tapi keadaan ini dipengaruhi
oleh jenis makanan, keadaan motilitas lambung dan enzim2 pencernakan, kondisi
mental seseorang, dll.
2. Pertumbuhan rambut, jengot/ kumis, dapat membantu bila diketahui saat terakhir
bercukur. Pertumbuhan rambut 0,4 mm/hari (diperiksa 24 jam pertama pasca mati ).
3. Kekeringan pada kornea, bila kornea terpapar kekeringan terjadi (+/-) 6 jam pasca
mati.
4. Metode entomologik. Banyak variasi/jenis serangga sehingga sulit digunakan, pada
umumnya bila larva ada umur kematian sudah (3-4 hari). Untuk Eropa sikitar (8-14
hari).
5. Secara laboratoris – pemeriksaan zat2 tertentu, seperti :
· Peningkatan kadar K+, laktat, P, urea, glukosa dalam serum.
· Peningkatan AS, laktat, NPN, kosentrasi asam amino dalam LCS pada 15 jam
pertama pasca mati
· Pemeriksaan kadar K+ dalam vitrous Humour, cukup akurat untuk 24 jam-100
jam pasca mati.
6. Pemeriksaan panjang jenggot/kumis sebaiknya dicukur dulu.
7. Penentuan waktu kematian dengan pengukuran kadar K+ dalam vitrous Humour
dengan standard error (+/-) 5 jam. Dengan penelitian yang paling baru ternyata
banyak faktor pengaruh seperti temperature.
0 komentar:
Posting Komentar