BAB I
PENDAHULUAN
I.1. LATAR
BELAKANG MASALAH
Hak Asasi Manusia merupakan anugerah
Tuhan Yang Maha Esa yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh
negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan
harkat dan martabat manusia. Penegakan HAM yang kuat terjadi ketika bangsa ini
memperjuangkan hak asasinya, yaitu: “kemerdekaan”, yang telah berabad-abad
dirampas oleh penjajah.
Para pendiri negeri ini telah merasakan
sendiri bagaimana penderitaan yang dialami karena hak asasinya diinjak-injak
oleh penjajah. Oleh karena itu, tidak mengherankan setelah berhasil mencapai
kemerdekaan, para pendiri negeri ini mencantumkan prinsip-prinsip HAM dalam
Konstitusi RI (Undang-undang Dasar 1945 dan Pembukaannya) sebagai pedoman dan
cita-cita yang harus dilaksanakan dan dicapai. Sejak memasuki era reformasi,
Indonesia telah melakukan upaya pemajuan HAM, termasuk menciptakan hukum
positif. Kasus pelanggaran HAM di Indonesia memang masih banyak yang belum
terselesaikan dan tuntas sehingga diharapkan perkembangan dunia HAM di
Indonesia dapat terwujud ke arah yang lebih baik. Salah satu tokoh HAM di
Indonesia adalah Munir yang tewas dibunuh di atas pesawat udara saat menuju
Belanda dari Indonesia. Oleh karena itu sebagai warga negara yang baik kita
seharusnya menjunjung tinggi nilai hak azasi manusia tanpa membeda-bedakan
status, golongan, keturunan, jabatan, dan lain sebagainya.
I.2. RUMUSAN
MASALAH
1. Bagaimana
yang dimaksud dengan HAM ?
2. Bagaimana
yang dimaksud dengan negara hukum ?
3. Bagaimana
hubungan antara HAM dengan negara hukum ?
4. Bagaimana
HAM di Indonesia ?
I.3. TUJUAN
DAN MANFAAT
1. Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan HAM.
2. Untuk
mengetahui bagaimana negara hukum.
3. Untuk
mengetahui hubungan antara HAM dengan negara hukum.
4. Untuk
mengetahui bagaimana HAM di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1. HAM
(Hak Asasi Manusia)
Hak Asasi Manusia atau sering kita sebut
sebagai HAM adalah terjemahan dari istilah human
rights atau
the right of human. Secara
terminologi istilah ini artinya adalah Hak-Hak Manusia. Namun dalam beberapa
literatur pemakaian istilah Hak Asasi Manusia (HAM) lebih sering digunakan dari
pada pemakaian Hak-hak Manusia. Di Indonesia hak-hak manusia pada umumnya lebih
dikenal dengan istilah “hak asasi” sebagai terjemahan dari basic rights (Inggris)
dan grondrechten (Belanda),
atau bisa juga disebut hak-hak fundamental (civil rights).
Istilah hak-hak asasi secara monumental lahir sejak keberhasilan Revolusi
Perancis tahun 1789 dalam “Declaration des Droits de
L’homme et du Citoyen” (hak-hak asasi manusia dan warga negara
Perancis), dengan semboyan Liberte, Egalite, Fraternite.
Istilah HAM berkembang sesuai dengan
perkembangan zaman. Perkembangan zaman dalam arti perubahan peradaban manusia
dari masa ke masa. Pada mulanya dikenal dengan sebutan natural rights (hak-hak alam), yang berpedoman kepada teori hukum
alam bahwa; segala sesuatu berasal dari alam termasuk HAM. Istilah ini kemudian
diganti dengan the rights of man, tetapi akhirnya tidak diterima, karena tidak
mewakili hak-hak wanita. Setelah PD II dan terbentuknya PBB, maka muncul
istilah baru yang lebih populer sekarang yaitu human rights di Amerika Serikat dikenal dengan sebutan Civil Rights. Perancis menyebutnya: Droit de L’ Homme; Belanda: Menselijke
Rechten.
Namun dibalik beragamnya sebutan untuk
Hak Asasi Manusia, secara pengertian masih memiliki makna yang sama. Secara
umum Hak Asasi Manusia dapat diartikan sebagai seperangkat hak yang melekat
pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan
merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi
oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia.
Adapun jenis – jenis Hak Asasi Manusia
yang dikenal di dunia adalah sebagai berikut:
1. Hak
asasi pribadi / Personal Right:
2. Hak
kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pndah tempat.
3. Hak
kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat.
4. Hak
kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan.
5. Hak
kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan kepercayaan yang
diyakini masing-masing.
A. Hak
asasi politik / Political Right:
B. Hak
untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan
C. Hak
ikut serta dalam kegiatan pemerintahan.
D. Hak
membuat dan mendirikan parpol / partai politik dan organisasi politik lainnya.
E. Hak
untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi.
i.
Hak azasi hukum / Legal
Equality Right:
ii.
Hak mendapatkan
perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan.
iii.
Hak untuk menjadi
Pegawai Negeri Sipil / PNS.
iv.
Hak mendapat layanan
dan perlindungan hukum.
a. Hak
azasi Ekonomi / Property Rigths:
b. Hak
kebebasan melakukan kegiatan jual beli.
c. Hak
kebebasan mengadakan perjanjian kontrak.
d. Hak
kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa, hutang-piutang, dll.
e. Hak
kebebasan untuk memiliki susuatu.
f. Hak
memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak.
a. Hak
Asasi Peradilan / Procedural Rights:
b. Hak
mendapat pembelaan hukum di pengadilan.
c. Hak
persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan dan penyelidikan
di mata hukum.
a. Hak
asasi sosial budaya / Social Culture Right:
b. Hak
menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan.
c. Hak
mendapatkan pengajaran.
d. Hak
untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat.
Sementara itu, dalam konstitusi kita UUD
1945, juga memuat jaminan perlindungan atas Hak Asasi Manusia. Menurut Prof.
Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. dalam tulisannya Demokrasi dan Hak
Asasi Manusia, dari konstitusi kita, setidaknya dapat dirangkum materi
perlindungan Hak Asasi Manusia seperti berikut ini:
1. Setiap
orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.
2. Setiap
orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan
yang sah.
3. Setiap
anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi .
4. Setiap
orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun
dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat
diskriminatif itu.
5. Setiap
orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan
dan pengajaran, memimih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat
tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
6. Setiap
orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap,
sesuai dengan hati nuraninya.
7. Setiap
orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
8. Setiap
orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan
pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk mencari, memperoleh,
memiliki, menyim-pan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan
segala jenis saluran yang tersedia.
9. Setiap
orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat,
dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan
perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu
yang merupakan hak asasi.
10. Setiap
orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan
derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.
11. Setiap
orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan.
12. Setiap
orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh
kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
13. Setiap
orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara
utuh sebagai manusia yang bermartabat.
14. Setiap
orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh
diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun.
15. Setiap
orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak
mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi,
seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan
umat manusia.
16. Setiap
orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara
kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.
17. Setiap
orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang
adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
18. Setiap
orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan
layak dalam hubungan kerja.
19. Setiap
orang berhak atas status kewarganegaraan.
20. Negara,
dalam keadaan apapun, tidak dapat mengurangi hak setiap orang untuk hidup, hak
untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak
untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan
hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut.
21. Negara
menjamin penghormatan atas identitas budaya dan hak masyarakat tradisional
selaras dengan perkem¬bangan zaman dan tingkat peradaban bangsa.
22. Negara
menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan moral kemanusiaan yang diajarkan oleh
setiap agama, dan menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk dan
menjalankan ajaran agamanya.
23. Perlindungan,
pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab
negara, terutama pemerintah.
24. Untuk
memajukan, menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip
negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin,
diatur dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.
25. Untuk
menjamin pelaksanaan Pasal 4 ayat (5) tersebut di atas, dibentuk Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia yang bersifat independen menurut ketentuan yang
diatur dengan undang-un-dang.
26. Setiap
orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
27. Dalam
menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan
yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin
peng-akuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk
memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai
agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
Jika ke-27 ketentuan yang sudah
diadopsikan ke dalam Undang-Undang Dasar diperluas dengan memasukkan elemen
baru yang bersifat menyempurnakan rumusan yang ada, lalu dikelompokkan kembali
sehingga mencakup ketentuan-ketentuan baru yang belum dimuat di dalamnya, maka
rumusan hak asasi manusia dalam Undang-Undang Dasar dapat mencakup empat
kelompok materi sebagai berikut:
1. Kelompok
Hak-Hak Sipil yang dapat dirumuskan menjadi:
A. Setiap
orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan kehidupannya.
B. Setiap
orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, perlakuan atau penghukuman lain yang
kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat kemanusiaan.
C. Setiap
orang berhak untuk bebas dari segala bentuk perbudakan.
D. Setiap
orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya.
E. Setiap
orang berhak untuk bebas memiliki keyakinan, pikiran dan hati nurani.
F. Setiap
orang berhak untuk diakui sebagai pribadi di ha dapan hukum.
G. Setiap
orang berhak atas perlakuan yang sama dihadapan hukum dan pemerintahan.
H. Setiap
orang berhak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut.
I. Setiap
orang berhak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui
perkawinan yang sah.
J. Setiap
orang berhak akan status kewarganegaraan.
K. Setiap
orang berhak untuk bebas bertempat tinggal di wilayah negaranya, meninggalkan
dan kembali ke negaranya.
L. Setiap
orang berhak memperoleh suaka politik.
M. Setiap
orang berhak bebas dari segala bentuk perlakuan diskriminatif dan berhak
mendapatkan perlindungan hukum dari perlakuan yang bersifat diskriminatif tersebut.
Terhadap hak-hak sipil tersebut, dalam
keadaan apapun atau bagaimanapun, negara tidak dapat mengurangi arti hak-hak
yang ditentukan dalam Kelompok 1 “a” sampai dengan “h”. Namun, ke tentuan
tersebut tentu tidak dimaksud dan tidak dapat diartikan atau digunakan sebagai
dasar untuk membebaskan seseorang dari penuntutan atas pelanggaran hak asasi
manusia yang berat yang diakui menurut ketentuan hukum Internasional.
Pembatasan dan penegasan ini penting untuk memastikan bahwa ketentuan tersebut
tidak dimanfaatkan secara semena-mena oleh pihak-pihak yang berusaha
membebaskan diri dari ancaman tuntutan. Justru di sinilah letak kontroversi
yang timbul setelah ketentuan Pasal 28I Perubahan Kedua UUD 1945 disahkan
beberapa waktu yang lalu.
1. Kelompok
Hak-Hak Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya:
A. Setiap
warga negara berhak untuk berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapatnya
secara damai.
B. Setiap
warga negara berhak untuk memilih dan dipilih dalam rangka lembaga perwakilan
rakyat.
C. Setiap
warga negara dapat diangkat untuk menduduki jabatan-jabatan publik.
D. Setiap
orang berhak untuk memperoleh dan memilih pekerjaan yang sah dan layak bagi
kemanusiaan.
E. Setiap
orang berhak untuk bekerja, mendapat imbalan, dan mendapat perlakuan yang layak
dalam hubungan kerja yang berkeadilan.
F. Setiap
orang berhak mempunyai hak milik pribadi.
G. Setiap
warga negara berhak atas jaminan sosial yang dibutuhkan untuk hidup layak dan
memungkinkan pengembangan dirinya sebagai manusia yang ber-martabat.
H. Setiap
orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi.
I. Setiap
orang berhak untuk memperoleh dan memilih pendidikan dan pengajaran.
J. Setiap
orang berhak mengembangkan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan
teknologi, seni dan budaya untuk peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan
umat manusia.
K. Negara
menjamin penghormatan atas identitas budaya dan hak-hak masyarakat lokal
selaras dengan perkembangan zaman dan tingkat peradaban bangsa .
L. Negara
mengakui setiap budaya sebagai bagian dari kebudayaan nasional.
M. Negara
menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan moral kemanusiaan yang diajarkan oleh
setiap agama, dan menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk dan
menjalankan ajaran agamanya .
2. Kelompok
Hak-Hak Khusus dan Hak Atas Pembangunan
A. Setiap
warga negara yang menyandang masalah sosial, termasuk kelompok masyarakat yang
terasing dan yang hidup di lingkungan terpencil, berhak mendapat kemudahan dan
perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan yang sama.
B. Hak
perempuan dijamin dan dilindungi untuk mencapai kesetaraan gender dalam
kehidupan nasional.
C. Hak
khusus yang melekat pada diri perempuan yang dikarenakan oleh fungsi
reproduksinya dijamin dan dilindungi oleh hukum.
D. Setiap
anak berhak atas kasih sayang, perhatian dan perlindungan orangtua, keluarga,
masyarakat dan negara bagi pertumbuhan fisik dan mental serta perkembangan
pribadinya.
E. Setiap
warga negara berhak untuk berperan serta dalam pengelolaan dan turut menikmati
manfaat yang diperoleh dari pengelolaan kekayaan alam.
F. Setiap
orang berhak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat.
G. Kebijakan,
perlakuan atau tindakan khusus yang bersifat sementara dan dituangkan dalam
peraturan perundangan-undangan yang sah yang dimaksudkan untuk menyetarakan
tingkat perkembangan kelompok tertentu yang pernah mengalami perlakuan diskriminasi
dengan kelompok-kelompok lain dalam masyarakat, dan perlakuan khusus
sebagaimana di tentukan dalam ayat (1) pasal ini, tidak termasuk dalam pengertian
diskriminasi sebagaimana ditentu kan dalam Pasal 1 ayat (13).
1. Tanggungjawab
Negara dan Kewajiban Asasi Manusia
A. Setiap
orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
B. Dalam
menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk pada pembatasan
yang ditetapkan oleh undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin
pengakuan dan penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain serta untuk memenuhi
tuntutan keadilan sesuai dengan nilai-nilai agama, moralitas dan kesusilaan,
keamanan dan ketertiban umum dalam masyarakat yang demokratis.
C. Negara
bertanggungjawab atas perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak-hak
asasi manusia.
D. Untuk
menjamin pelaksanaan hak asasi manusia, dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia yang bersifat independen dan tidak memihak yang pembentukan, susunan
dan kedudukannya diatur dengan undang-undang.
II.2. NEGARA
HUKUM
Istilah Negara Hukum baru dikenal pada
Abad XIX tetapi konsep Negara Hukum telah lama ada dan berkembang sesuai dengan
tuntutan keadaan. Dimulai dari jaman Plato hingga kini, konsepsi Negara Hukum
telah banyak mengalami perubahan yang mengilhami para filsuf dan para pakar
hukum untuk merumuskan apa yang dimaksud dengan Negara Hukum dan hal-hal apa
saja yang harus ada dalam konsep Negara Hukum.
Perkembangan Negara Hukum sudah terjadi
sejak jaman Plato dan Aristoteles. Perkembangan konsep Negara Hukum dapat dibagi
dalam 3 (tiga) bagian, yaitu:
1. Jaman
Plato dan Aristoteles
Plato dan Aristoteles mengintrodusir
Negara Hukum adalah negara yang diperintah oleh negara yang adil. Dalam
filsafatnya, keduanya menyinggung angan-angan (cita-cita) manusia yang
berkorespondensi dengan dunia yang mutlak yang disebut :
1. Cita-cita
untuk mengejar kebenaran (idée der warhead);
2. Cita-cita
untuk mengejar kesusilaan (idée der zodelijkheid);
3. Cita-cita
manusia untuk mengejar keindahan (idee der schonheid);
4. Cita-cita
untuk mengejar keadilan (idée der gorechtigheid).
Plato dan Aristoteles menganut paham
filsafat idealisme. Menurut Aristoteles, keadilan dapat berupa komunikatif
(menjalankan keadilan) dan distribusi (memberikan keadilan). Menurut Plato yang
kemudian dilanjutkan oleh Aristoteles, bahwa hukum yang diharapkan adalah hukum
yang adil dan dapat memberikan kesejahteraan bagi msyarakat, hukum yang bukan
merupakan paksaan dari penguasa melainkan sesuai dengan kehendak warga Negara,
dan untuk mengatur hukum itu dibutuhkan konstitusi yang memuat aturan-aturan
dalam hidup bernegara.
2. Di
Daratan Eropa (menurut paham Eropa Kontinental)
Diawali pendapat dari Immanuel Kant yang
mengartikan Negara Hukum adalah Negara Hukum Formal (Negara berada dalam
keadaan statis atau hanya formalitas yang biasa disebut dengan Negara Penjaga
Malam /Nachtwakestaat). F.J. Stahl, kalangan ahli hukum Eropa
Kontinental memberikan ciri-ciri Negara hukum (rechtstaat) sebagai
berikut :
1. Pengakuan
terhadap hak-hak asasi manusia;
2. Pemisahan
kekuasaan Negara;
3. Pemerintahan
berdasarkan undang-undang;
4. Adanya
Peradilan Administrasi.
Perumusan ciri-ciri Negara Hukum yang
dilakukan oleh F.J. Stahl kemudian ditinjau ulang oleh International Commision
of Jurist pada Konferensi yang diselenggarakan di Bangkok tahun 1965, yang memberikan
ciri-ciri sebagai berikut :
§
Perlindungan
konstitusional, artinya selain menjamin hak-hak individu konstitusi harus pula
menentukan cara procedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang
dijamin;
§
Badan Kehakiman yang
bebas dan tidak memihak;
§
Pemilihan Umum yang
bebas;
§
Kebebasan menyatakan
pendapat;
§
Kebebasan
berserikat/berorganisasi dan beroposisi;
§
Pendidikan
Kewarganegaraan.
3. Indonesia,
dalam Seminar Nasional Indonesia tentang Indonesia Negara Hukum
Pada tahun 1966 di Jakarta diadakan
Seminar Nasional Indonesia tentang Indonesia Negara Hukum. Yang mana salah satu
hasil Seminar adalah dirumuskannya prinsip-prinsip Negara Hukum yang menurut
pemikiran saat itu, prinsip ini dapat diterima secara umum. Prinsip-prinsip itu
adalah :
1. Prinsip-prinsip
jaminan dan perlindungan terhadap HAM;
2. Prinsip
peradilan yang bebas dan tidak memihak, artinya :
§
Kedudukan peradilan
haruslah independen tetapi tetap membutuhkan pengawasan baik internal dan
eksternal.
§
Pengawasan eksternal
salah satunya dilaksanakan oleh Komisi Ombudsman (dibentuk dengan Keppres No.
44 Tahun 2000 tentang Komisi Ombudsman) yaitu Lembaga Pengawas Eksternal
terhadap Lembaga Negara serta memberikan perlindungan hukum terhadap publik,
termasuk proses berperkara di Pengadilan mulai dari perkara diterima sampai
perkara diputus.
Menurut Sri Soemantri yang terpenting
dalam Negara hukum , yaitu :
1. Bahwa
pemerintahan dalam menjalankan tugas dan kewajibannya harus berdasarkan hukum
atau peraturan perundang-undangan;
2. Adanya
jaminan terhadap hak-hak asasi manusia (warganya);
3. Adanya
pembagian kekuasaan dalam Negara;
4. Adanya
pengawasan dari badan-badan peradilan (rechterlijke controle).
Istilah negara hukum ada yang
menyebutnya dengan Rechsstaat dan ada
pula disebut dengan Rule of Law.
Sarjana Eropa Kontinental menyebutnya dengan Rechsstaat. Sarjana Hukum Anglo
Saxon (Inggeris dan Amerika) menyebutkan negara hukum dengan Rule of Law.
Jadi dapat disimpulkan bahwa negara yang
berdasar atas hukum (Rechtsstaat), tidak berdasar atas kekuasaan belaka
(Machtsstaat) dan Pemerintahannya berdasar atas sistem konstitusi (hukum
dasar), tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Menurut
Montesqueu, negara yang paling baik ialah negara hukum sebab di dalam
konstitusi di banyak negara mempunyai tiga inti pokok yaitu: Perlindungan HAM;
Ditetapkannya ketatanegaraan suatu negara; Membatasi kekuasaan dan wewenang
organ-organ negara.
Disamping itu salah satu tujuan Negara
Hukum adalah memperoleh setinggi-tingginya kepastian hukum (rechtzeker heid)
bagi warganya. Kepastian hukum menjadi makin dianggap penting bila dikaitkan
dengan ajaran negara berdasar atas hukum. Telah menjadi pengetahuan klasik
dalam ilmu hukum bahwa hukum tertulis dipandang lebih menjamin kepastian hukum
dibandingkan dengan hukum tidak tertulis.
II. 3.
HUBUNGAN NEGARA HUKUM DAN HAM
Perumusan ciri-ciri Negara Hukum yang
dilakukan oleh F.J. Stahl, yang kemudian ditinjau ulang oleh International
Commision of Jurist pada Konferensi yang diselenggarakan di Bangkok tahun 1965,
yang memberikan ciri-ciri sebagai berikut:
1. Perlindungan
konstitusional, artinya selain menjamin hak-hak individu konstitusi harus pula
menentukan cara procedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang
dijamin;
2. Badan
Kehakiman yang bebas dan tidak memihak;
3. Pemilihan
Umum yang bebas;
4. Kebebasan
menyatakan pendapat;
5. Kebebasan
berserikat/berorganisasi dan beroposisi;
6. Pendidikan
Kewarganegaraan.
Seperti dijelaskan di atas, jelaslah
bahwa sebuah Negara Hukum haruslah memiliki ciri atau syarat mutlak bahwa
negara itu melindungi dan menjamin Hak Asasi Manusia setiap warganya. Dengan
demikian jelas sudah keterkaitan antara Negara hukum dan Hak Asasi Manusia,
dimana Negara Hukum wajib menjamin dan melindungi Hak Asasi Manusia setiap
warganya.
II. 4.
INDONESIA DAN HAK ASASI MANUSIA
Pada tahun 1966 di Jakarta diadakan
Seminar Nasional Indonesia tentang Indonesia sebagai Negara Hukum. Yang mana
salah satu hasil Seminar adalah dirumuskannya prinsip-prinsip Negara Hukum yang
menurut pemikiran saat itu, prinsip ini dapat diterima secara umum.
Prinsip-prinsip itu adalah:
1. Prinsip-prinsip jaminan
dan perlindungan terhadap HAM;
2. Prinsip peradilan
yang bebas dan tidak memihak.
Artinya Indonesia sebagai Negara Hukum amatlah menghormati prinsip –
prinsip penegakan HAM. Dilihat dari segi hukum dan konstitusi, tekad bangsa
Indonesia untuk menegakkan HAM tercermin dari berbagai ketentuan yang tertuang
dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 (UUD 45) dan Pancasila, dalam
Undang-undang Dasar yang telah di amandemen, Undang-undang Nomor 39/1999
tentang HAM, Undang-undang Nomor 26/2000 tentang Pengadilan HAM, dan ratifikasi
yang telah dilakukan terhadap sejumlah instrumen HAM intemasional.
1. Dalam
Pembukaan UUD 45 dengan tegas dinyatakan bahwa “pejajahan di atas dunia harus
dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.
2. Dalam
amandemen kedua UUD 1945, pasal 28 telah dirubah menjadi bab tersendiri yang
memuat 10 pasal mengenai Hak Asasi Manusia.
3. Dalam
Undang-undang Nomor 39/1999 tentang HAM telah dimuat hak asasi manusia yang
tercantum dalam instrumen utama HAM internasional, yaitu : Deklarasi Universal
HAM, Konvensi hak sipil dan politik, Konvensi hak, ekonomi, sosial dan budaya,
konvensi hak perempuan, konvensi hak anak dan konvensi anti penyiksaan.
Undang-undang ini selain memuat mengenai HAM dan kebebasan dasar manusia, juga
berisi bab-bab mengenai kewajiban dasar manusia, Komnas HAM, partisipasi
masyarakat dan pengadilan HAM.
4. Dalam
Undang-undang Nomor 26/2000 tentang Pengadilan HAM khususnya dalam Bab III
dinyatakan bahwa Pengadilan HAM bertugas dan berwenang memeriksa dan memutuskan
perkara pelanggaran HAM berat.
5. Indonesia
juga telah meratifikasi sejumlah konvensi HAM internasional, di antaranya yang
terpenting adalah:
6. Konvensi
Penghapusan segala bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW), diratifikasi
dengan UU No.7 /1984.
7. Konvensi
HAK Anak (CRC), diratifikasi dengan Keppres No.36/1990.
8. Konvensi
Anti Penyiksaan (CAT), diratifikasi dengan UU No.5/1998.
9. Konvensi
Penghapusan Diskriminasi Ras (CERD), diratifikasi dengan UU No.29/1999.
10. Sejumlah
(14) konvensi ILO (Hak pekerja).
Pembentukan konstitusi ini merupakan
bentuk tanggung jawab bangsa Indonesia sebagai anggota Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB). Selain itu pembentukannya juga mengandung suatu misi
mengemban tanggung jawab moral dan hukum dalam menjunjung tinggi dan
melaksanakan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang ditetapkan oleh PBB
sebagai Negara Hukum, serta yang terdapat dalam berbagai instrument hukum
lainnya yang mengatur hak asasi manusia yang telah disahkan dan atau diterima
negara Republik Indonesia.
Perlindungan Hak Asasi Manusia sudah
menjadi asas pokok dalam kehidupan bernegara di Indonesia. Hal ini terbukti
dari pernyataan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 dalam pembukaannya
di Alinea pertama yang menyatakan bahwa “ kemerdekaan ialah hak segala bangsa,
maka penjajahan harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan”.
Hal ini berarti adanya “freedom to be free”, yaitu kebebasan untuk merdeka, dan
pengakuan atas perikemanusiaan telah menjelaskan bahwa Bangsa Indonesia
mengakui akan adanya hak asasi manusia.. Prinsip-prinsip HAM secara
keseluruhannya sudah tercakup didalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
1945. Prinsip universalitas yang merupakan bentuk menyeluruh, artinya setiap
orang / tiada seorangpun tanpa memandang ras, agama, bahasa, kedudukan maupun
status lainnya, dimana setiap orang memiliki hak yang sama dimata hukum, namun
prinsip universalitas tidak keseluruhannya terkandung dalam Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia 1945, hal ini dibuktikan dari pernyataan di dalam
pembukaannya yaitu: “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia ”Hal ini berarti Negara hanya bertanggung jawab kepada hak dari
seluruh warga Indonesia saja. Begitu juga dengan beberapa pasal yang
mengistilahkan “setiap warga Negara / tiap-tiap warga Negara”, seperti pada
pasal 27 ayat (1), (2), pasal 30 ayat (1),pasal 31 ayat (1) Padahal yang
dimaksudkan sebagai prinsip universal adalah ketentuan hak yang berlaku bagi
semua orang, bukan terbatas pada wilayah tertentu.
BAB III
PENUTUP
III. 1.
KESIMPULAN
1.
HAM / Hak Asasi Manusia adalah hak
yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur
hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapa pun. Hak Asasi Manusia juga dapat
dipandang sebagai seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia
sebagai makhluk TUHAN YANG MAHA ESA dan merupakan anugerah-Nya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan
setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
2.
Negara hukum adalah Negara yang
berdasar atas hukum (Rechtsstaat), tidak berdasar atas kekuasaan belaka
(Machtsstaat) dan Pemerintahannya berdasar atas sistem konstitusi (hukum
dasar), tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas).
3.
Negara hukum dengan penegakan HAM
ibarat dua sisi mata uang dengan sisi yang berbeda. Negara Hukum dan HAM tidak
bisa dipisahkan. Indonesia sebagai Negara Hukum telah menetapkan pengertian HAM
yang sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 Undang-undang nomor 39/1999 yaitu Hak
asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan
manusia sebagai makhluk Tuhan YANG MAHA ESA dan merupakan anugerah-Nya yang
wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum,
pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan
martabat manusia.
4.
HAM di Indonesia untuk mewujudkan
penghormatan dan penegak HAM yang kuat ketika bangsa ini memperjuangkan hak
asasinya, yaitu: “kemerdekaan”, yang telah berabad-abad dirampas oleh penjajah.
Oleh karena itu, tidak mengherankan setelah berhasil mencapai kemerdekaan, para
pendiri negeri ini mencantumkan prinsip-prinsip HAM dalam Konstitusi RI
(Undang-undang Dasar 1945 dan Pembukaannya) sebagai pedoman dan cita-cita yang
harus dilaksanakan dan dicapai.
DAFTAR PUSTAKA
Asshiddiqie, Jimly. Konstitusi &
Konstitusionalisme Indonesia. Edisi Revisi. Jakarta: Konstitusi
Press, 2005.
Asshiddiqie, Jimly. Demokrasi dan Hak Asasi Manusia. Jakarta: Mahkamah
Konstitusi, 2005.
Zakaria, Nooraihan. Konsep Hak Asasi Manusia. Jakarta: DBP, 2005.
Lubis, Todung Mulya. Jalan Panjang Hak Asasi Manusia. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2005.
Ismail, Basuki. Negara Hukum Demokrasi. Jakarta: Rimihyo, 1993.
0 komentar:
Posting Komentar