BAB I
OBJEK HUKUM
ADMINISTRASI NEGARA
A. Bidang Administrasi Negara
Hukum administrasi negara (hukum pemerintahan)
menguji hubungan hukum khusus yang diadakan akan memungkinkan para pejabat
(administrasi negara) melakukan tugas khusus. Dari definisi tersebut ternyata
hukum administasi negara adalah hukum yang mengatur sebagian bidang pekerjaan
administarsi negara. Bagian lain bidang administrasi negara diatur oleh hukum
tatanegara (hukum tatanegara dakam arti sempit), hukum privat, dan sebagainya.
Bidang pekerjaan Administrasi negara,
pada zaman pertengajan abad ke-4 sampai ke-15 yang menggunkan azas desentralisasi
pembagian kekuasaan dibagi kedalam kekuasaan legislatif, eksekutif dan
yudikatif (kehakiman) yang masing-masing mempunyai bidang pekerjaan sendiri dan
pada azasnya terpisah-pisah yang satu dari yang lain (teori trias politica oleh
montesquieu). Menurut Locke, kekuasaan negara dibagi dalam tiga kekuasaan
(wewenang) yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif, federatif.
B.
Hukum
Administrasi Negara Indonesia sebagai Penyelenggaraaan UUD dan Pembangunan
Bidang administarsi negara di Indonesia
menjadi luas sejak apa yang disebut ”ethisce politik” (politik etika) dilakukan
pemerintah Belanda. Akan tetapi baru pada zaman krisis ekonomi , pemerintah
belanda sungguh-sunguh secara serius aktif
melaksanakannya, tetapi walaupun pemerintah ikut serta banyak hal
penting yang ditinggalakan dalam tangan swasta. Kemudian Republik Indonesia
lahir sebagai suatu negara yang bertujuan mengutamakan kepentingan seluruh
rakyatnya. Hal inis ecara formil dari
banyak ketentuan dalam tiga undang-undang dasar negara kita yang berturut-turut
diadakan sejak proklamsi kemerdekaan Indonesia.
Dalam UUD 1945 terdapat
ketentuan-ketentuan yang menjadi pegangan dan dapat dipakai sebagai landasan hukum
peraturan-peraturan organik (peraturan-peraturan penyelenggara).
Ketentuan-ketentuan UUD tersebut tidak hanya memungkinkan negara ikut serta
dalam pergaulan soasial; bahkan sekarang boleh dikatakan demi kepentingan
Pembangunan, seperti yang telah direncanakan dalam REPELITA-REPELITA, administrasi
negara diwajibkan turut serta dalam pergaulan kemasyarakatan supaya dihari
kemudian dapat dicapai “Welfare State” Indonesia.
C.
Hukum
Administrasi Negara, Ilmu pemerintahan (bestuurskunde) dan Public
Administration
Hukum administrasi negara adalah hukum
yang mengatur sebagian lapangan pekerjaan administrasi negara. Tugas ilmu hukum
administrasi negara adalah mempelajari sifat perturan-peratutan hukum, dan
bentu-bentuk hukum, yang memuat turut serta pemerintah dalam pergaulan sosial
dan perekonomian, dan juga dipelajari azas-azas hukum yang membimbing turut
serta pemerintah itu. Hukum administrasi negara mempelajari bentuk yuridis dan
penyelenggaraan politik pemerintahan. Hukum administrasi negara merupakan
bentuk yuridis yang menangkap (mencakup) penyelenggaraan turut serta pemerintah
dalam pergaulan sosial dan ekonomis.
Menurut van Podje, Ilmu pemerintahan
mengajar cara yang terbaik untuk menyusun dan memimpin dinas publik. Yang
menjadi pokok (objek) pelajaran ilmu pemerintahan itu dinas publik dalam arti
kata seluas-luasnya. Ada dua hal yang khusus menarik perhatian ilmu
pemerintahan :
a.
Organisasi terbaik (birokrasi selancar-lancarnya)
Yang
dapat menjalankan selancar-lancarnya hubungan antara masing-masing alat
pemerintahan yang bersama-sama merupakan dinas publik sebagai suatu kesatuan ,
dan yang dapat menjalankan selancar-lancarnya hubungan antara dinas publik dan
pegawai.
b. Anasir perseorangan
(persoonlijk element)
Anasir
perseoranagan ini dalam dinas publik, seperti pendidikan, latihan, peraturan mengenai
tugas dan penggajian serta jaminan-jaminan sosial lain bagi pejabat-pejabat.
Public administration adalah suatu
sistem pemerintahan dan juga ilmu menegenai sistem pemerintahan itu, yang
pertama-tama dikembangkan di Inggris, kemudian Amerika dan kemudian
negara-negara lain. Public administration, sebagai suatu ilmu telah berkembang
menjadi suatu pelajaran yang bermutu tinggi. Di indonesia pada zaman sekarang
ini perhatian terhadap public administration makin lama makin besar. Pengertian
Public Administration menurut Prof. Waldo ada dua macam. Definisi pertama
melukiskan public administration itu sebagai suatu organisasi dan sistim yang
menyelenggarakan kepentingan umum sedangkan definisi kedua melukiskan public
administration sebagai suatu kesenian dan ilmu. Dibandingkan dengan ilmu
pemerintahan, maka dapat dikatakan bahwa bidang public administration lebih
luas.
D.
Hukum
Administrasi Negara sebagai Himpunan Peraturan-Peraturan Istimewa
Dari definisi hukum administrasi negara
diketahui bahawa dalam bidang hukum ada hubungan-hukum “istimewa” yang
memungkinkan para pejabat melakukan tugas “khusus” mereka. Seperti semua subyek
hukum lain, maka administarsi negarapun tunduk pada hukum privat/ hukum biasa.
Agar dapat menyelenggarakan sebagian tugasnya , maka administarsi negara
mengggunakan subyek hukum lain. Untuk itu agar dapat menyelenggarakan tugas
khusus maka administarsi negara memerlukan wewenang istimewa.
Administrasi negara memerlukan wewenag
istimewa karena dalam hal dijalankannya hukum biasa, maka belum tentu semua
penduduk wilayah negara akan tunduk padanya. Atau dengan kata lain, agar dapat
menjalankan (sebagian) tugas itu secara sebaik-baiknya dan agar dapat
menundukkan semua penduduk padaperintah-perintahnya.
Jadi, bila hukum privat (hukum biasa)
tidak dapt memberi cukup jaminan sehingga tugas khususnya dapat dilakukan
sebaik-baiknya, maka hukum administrasi negara dapat menggunakan hukum
istimewa. Hukum administrasi negara itulah yang merupakan hukm istimewa yang
diperlukan, sedangkan hukum privat
yang
berlaku bagi setiap subyek hukum (termasuk administrasi negara) adalah hukum
biasa.
E.
Hukum
Administrasi Negara dan Hukum Tata Negara
Hukum administtasi negara termasuk hukum
negara dalam arti kata luas. Tentang pembagian hukum negara dalam arti kata
luas (hukum mengenai negara) dalam dua
bagian, yakni bagian yang menjadi hukum negara dalam arti kata sempit (hukum
tatanegara) dan bagian yang menjadi hukum administrasi negara, dalam kalangan ahli
hukum telah timbul banyak perselisihan faham.
Sebagai anggapan penting diantaranya yaitu menurut Van
Vollenhoven yang mengikut pendapat
gurunya Prof. Oppenheim, hukum
tatanegara adalah hukum yang memberi gamabaran tentang negara dalam keadaan
yang tidak bergerak (staat in trust), sedangkan hukum administrasi negara
mempertunjukkan kepada kita negara dalam keadaan yang bergerak (staat in
beweging). Menurut van Vollenhoven sendiri, hukum administrasi negara itu
meliputi seluruh lapangan aktivitas badan-badan pemerintah.
Menurut Logeman, hukum tatanegara adalah
suatu pelajaran tentang kompetensi atau wewenang sedangkan hukum administarsi
negara itu dapat dikemukakan sebagai suatu pelajaran tentang hubungan- hukum
istimewa.
Menurut Kranenburg-veghting, perbedaan
antara hukum tatnegara dan hukum administrasi negara itu bukan suatu perbedaan
azasi, melainkan hanya suatu soal mengenai suatu pembagian pekerjaan yang
bermanfaat.
F.
Sumber-sumber
Hukum Administrasi Negara
Sumber
hukum dapat dibedakan menjadi dua pengertian yang berbeda, yaitu :
1.
Sumber hukum dalam arti kata Materiil
Yaitu
sumber hukum yang menentukan isi kaidah hukum (dalam hal kongkrit = tindakan
manusia yang sesuai dengan apa yang dianggap seharusnya). Sumber hukum materiil
yang umum dan tertinggi dan seharusnya menguasai atau menjiwai tindakan
Administrasi negara adalah Pancasila.
2. Sumber hukum dam arti
kata Formiil
Yaitu
dalam sumber hukum formil, maka penialain yuridis dipositifkan, yaitu dijadikan
hukum positif, hukum yang berlaku. Sebagai sumber-sumber hukum formil hukum
administrasi negara dapat disebut :
a. Undang-undang (hukum
administrasi negara tertulis)
b. Praktek administrasi
negara ( hukum administrasi negara yang merupakan hukum kebiasaan)
c. Yurisprudensi
d. Anggapan para ahli
hukum administrasi negara.
BAB II
BENTUK-BENTUK
PERBUATAN PEMERINTAH
A.
Bermacam-macam Perbuatan Administrasi Negara
Agar dapat
menjalankan tugasnya maka administrasi negra melakukan bermacam-macam
perbuatan. Perbuatan administasi negara dapat digolongkan dalam dua kategori,
yakni kategori perbuatan hukum (rechtshandelingen) dan kategori perbuatan yang
bukan perbuatan hukum atau perbuatan tanpa
akibat yang diatur oleh hukum (geen rechts – tetapi hanya feitelijke
handelingen). Bagi hukum administrasi negara kategori perbuatan hukum; bagi
hukum admisnistrasi negara kategori perbuatan yang bukan perbuatan hukum itu
tidak berarti (irrelevant).
Berdasarkan
kelaziman sistematik (menurut sistim), hukum itu dibagi dalam dua golongan
yakni hukum privat (sipil) dan hukum publik, dan oleh sebab itu perbuatan hukum
itu ada dua kategori yaitu :
a.
perbuatan menurut hukum privat (sipil)
hubungan hukum yang terdapat dalam
hukum privat tidak dibicarakan dalam buku ini, karena pelajaran hukum privat
itu tidak termasuk dalam hukum administrasi negara.
b.
perbuatan menurut hukum publik, dibedakan menjadi dua macam
- Perbuatan
hukum publik yang bersegi dua, dalam perbuatan hukum ini terjadi pertentangan
pendapat tentang penerimaannya, dan
- Perbuatan hukum publik yang bersegi
satu, dibuat dengan maksud menyelenggarakan hubungan antara pmerintah dengan
seorang partikelir atau badan swasta atau hubungan antara dua atau lebih alat
negara, yaitu ketetapan ektern. Bagi praktek administrasi negara maka ketetapan
ekstern itu menjadi perbuatan administrasi negara yang terpenting.
B.
Peraturan
dan Ketetapan, Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Penetapan Presiden dan Ketetapan
MPRS dan MPR
Agar dapat
melaksanakan tugasnya maka disamping ketetapan itu administrasi negara, memang,
dapat juga membuat peraturan undang-undang (dalam arti kata materiil). Menurut
UUD maka kekuasaan administrasi negara membuat peraturan terdapat dalam
kekuasaan membuat membuat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PPPUU).
Pada umumnya
ketetapan itu dibuat untuk menyelesaikan suatu hal kongkrit yang telah
diketahui terlebih dahulu oleh administrasi negara. Dan peraturan dibuat untuk
menyelesaikan hal-hal yang belum dapat diketahui terlebih dahulu dan yang
mungkin akan terjadi (hal umum). Peraturan ditujukan pada hal-hal yang masih
abstrak.
Tiga keputusan
pemerintah yang khas, yaitu dekrit Presiden 5 juli 1959, penetapan presiden dan
ketetapan MPRS dan MPR. Jikalau kita memperhatikan isi dekrit presiden 5 juli
1959, maka ternyata yang menyelesaikan hal kongkrit yang telah diketahui
terlebih dahulu oleh pembuatan yang menjadi administrator tertinggi, adalah
suatu ketetapan.
Untuk mengatur
“melaksanakan” dalam garis-garis besar keadaan hukum (dan politik) yang
dilahirkan oleh dekrit presiden 5 juli 1959 yang diundangkan penetapan
presiden, yang bersifat peraturan, yaitu undang-undang dalam arti kata
materiil.
Ketetapan MPR
yang mengandung unsur peraturan, yaitu undang-undang dalam arti kata materiil,
menurut Ketetapan MPRS Nr XX/1966, menciptakan, urutan peraturan
perundang-undangan Indonesia yang berikut :
a. UUD
1945
b. Ketetapan MPR
c. Undang-undang dan peraturan pemerintah
pengganti undang-undang
d. Peraturan
pemerintah
e. Keputusan
presiden
f. Peraturan-peraturan
pelaksana lainnya.
C.
Syarat-
syarat yang harus dipenuhi agar ketetapan adalah ketetapan sah (voorwaarde voor
de rechtsgeldigheid derbeschikking)
Dalam pembuatan
ketetapan , administrasi negara harus memperhatikan ketentuan-ketentuan
tertentu. Ketentuan-ketentuan itu terdapat dalam hukum tata negara (mengenai
kompetensi dan tujuan) maupun dalam hukum administrasi negara (mengenai :
“prosedur”). Bila mana ketentuan-ketentuan itu tidak diperhatikan maka ada
kemungkinan dibuat suatu ketetapan yang mengandung kekurangan. Kekurangan dalam
suatu ketetapan dapat menjadi sebab maka ketetapan itu tidak sah. Semua itu
bergantung pada syarat-syarat tertentu. Apabila syarat itu tidak dipenuhi maka
ketetapan itu tidak sah dan begitu juga sebaliknya.
Ketetapan itu
dibagi dalam dua macam, yaitu ketetapan sah dan ketetapan tidak sah yang berupa
ketetapan yang batal karena hukum, ketetapan yang batal, ketetapan yang dapat
dibatalkan.
Syarat-syarat
yang harus dipenuhi agar ketetapan adalah ketetapan sah, yaitu
· Ketetapan itu harus
dianggap batal sama sekali
· Berlakunya ketetapan
itu dapat digugat dalam :
a. Bandingan
b. pembatalan oleh jabatan
karena bertentangan dengan undang-undang
c. penarikan kembali oleh kekuasaan yang
berwenang mengeluarkan ketetapan tersebut.
· Dalam hal ketetapan tersebut, sebelum
dapat berlaku, memerlukan persetujuan (peneguhan) suatu badan kenegaraan yang
lebih tinggi maka persetujuan itu tidak diberi
· Ketetapan diberi suatu
tujuan lain daripada tujuan permulaannya (konversi).
D. Kekuasaan Hukum (rechtskracht) dari
ketetapan sah
Bahwa hanya
suatu ketapan yang sah yang mendapat kekuasan hukum. Suatu perbutan pemerintah
sah apabila dapat diterima sebagai suatu bagian dari keterlibatan hukum; suatu
perbuatan pemerintah mempunyai kekuasaan hukum, bilamana dapat mempengaruhi
hukum. Bilamana perbuatan pemerintah itu
disetujui atau diteguhkan dalam bandingan- oleh karena dapat diterima sebagai
suatu perbuatan yang sah-maka sudah tentu bahwa sahnya perbuatan tersebut telah
ada sejak jaman permulaanya.hanyalah sahnya itu masih perlu dinyatakan
dengan tegas. Baru setelah dinyatakn
dengan tegas, maka perbuatan yang bersangkutan mendapat kekuasaan hukum.
Kekuasaan hukum dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu :
a. Kekuasaan hukum formil
Yaitu suatu ketetapan adalah
pengaruh yang dapat dilakukan oleh karena adanya ketetapan itu. Suatu ketetapan
mempunyai kekuasaan hukum formil , bilaman ketetapan itu tidak dapat lagi
dibantah oleh suatu alt hukum. Dalam hal demikian ketetapan itu sah.
b. Kekuasaan hukum materiil
Yaitu suatu ketetapan adalah
pengaruh yang dapat dilakukan oleh isi ketetapan itu. Suatu ketetapan mempunyai
hukum materiil bilamana ketetapan itu tidak lagi dapat ditiadakan oleh alat
negara yang membuatnya.
E.
Macam
ketetapan
Ketetapan itu
ada banyak macamnya. Kita dapat membagi ketetapan itu dalam berbagai macam
golongan :
a. Ketetapan yang positif dan
ketetapan yang negatif
Ketetapan yang
positif, yaitu ketetapan yang unutk dikenainya menimbulkan hak atau /dan
kewajiban. Dan ketetapan yang negatif, yaitu ketetapan yang tidak mengadakan
perubahan dalam suatu keadaan hukum tertentu yang telah ada.
b. Ketetapan yang
deklaratur dan ketetapan konstitutif
Ketetapan yang
deklaratur, yaitu suatu ketetapan yang hanya menyatakan bahwa yang bersangkutan
dapat diberi haknya sedangkan ketetapan konstitutif yaitu ketetapan yang
memberi istirahat karena “alasan penting”.
c. Ketetapan yang kilat
dan ketetapan yang tetap
Oleh Prins
disebut empat macam ketetapan yang kilat, yaitu suatu ketetapan yang bermaksud
merubah redaksi, suatu ketetapan yang negatif, suatu menarik kembali atau suatu
pembatalan, suatu pernyataan pelaksanaan.
d. Dispensasi, izin,
lisensi dan konsensi
Dispensasi
adalah keputusan administrasi negara yang membebaskan suatu perbuatan dari
kekuassaan suatu peraturan yang menolak perbuatan itu. Izin adalah bilamana
pembuat peraturan tidak umumnya melarang suatu perbuatan, tetapi masih juga
memperkenankannya asal saja diadakan secara yang ditentukan untuk masing-masing
hal konkrit. Lisensi adalah suatu izin untuk menjalankan suatu perusahaan
(suatu macam izin yang istimewa) sedangkan konsensi adalah suatu keputusan
administrasi negara yang memperkenankan yang bersangkutan mengadakan perbuatan
tersebut.
BAB III
HUKUM
KEPEGAWAIAN (AMBTENARENCRECHT)
A.
Sumber- sumber Hukum kepegawaian
Pada zaman
kolonial dan pada zaman federal hukum kepegawaian diatur dalam
Bezoldigingsregeling Burgerlijke landsdienaren 1938 (BBL 1983), LNHB 1938 Nr
147; Betalingsregeling Ambtenaren en Gepensioneerden 1949(BAG 1949), LNHB Nr
2- yang sekarang tidak berlaku lagi.
Pada tahun 1961
diundangkan undang-undang tentang ketentuan-ketentuan pokok kepegawaian, LN
1961 Nr 263. Undang-undang ini direncanakan oleh sebuah panitia negara perancang
undang-undang kepegawaian yang dibentuk dengan keputusan presiden NR 130
tertanggal 21 Juli 1958 dan yang diberi tugas “ mempelajari segala sesuatu
berhubungan dengan kedudukan, hak-hak serta kewajiban pegawai negeri dan
menyiapkan rencana undang-undang mengenai ketentuan-ketentuan pokok tentang
kepegawaian”.
Pada tahun 1974
undang-undang pokok kepegawaian tahun 1961 diganti oleh undang-undang Nr 8
tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian, LN 1974 Nr 55 dengan penjelasan
tambahan LN Nr 3041, yaitu undang-undang pokok kepegawaian 1974. Undang-undang
pokok kepegawaian tahun 1961 dianggap tidak sesuai lagi dengan keadaan zaman
orde baru dalam rangka mencapai tujuan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat
adil dan makmur yang merata dan berkesinambungan materiil dan spirituil. Dan
banyak sumber-sumber hukum lain yang mengatur tetntang kepegawaian.
B.
Pengertian
“jabatan”, “pejabat”, “pegawai” dan ” hubungan dinas publik”
- Jabatan
Yang dimaksud
dengan jabatan adalah suatu lingkungan pekerjaan tetap yang diadakan dan
dilakukan guna kepentingan negara (kepentingan umum). Setiap jabatan adalah suatu lingkungan
pekerjaan tetap yang dihubungkan dengan organisasi sosial tertinggi, yang
diberi nama negara. Jabatan itu suatu pendukung hak dan kewajiban, yakni suatu
subyek hukum (persoon), maka dengan sendirinya jabatan itu dapat melakukan
perbuatan hukum.
· Pejabat
Agar dapa
berjalan, maka jabatan memerlukan suatu perwakilan. Yang menjalankan perwakilan
ialah suatu pejabat, yaitu manusia atau badan hukum. Yang menjalankan hak dan
kewajiban yang diudukung oleh jabatan, ialah pejabat. Jabatan bertindak dengan
perantaraan penjabatnya.
-
Pegawai
Sebagian dari
para pejabat adalah
pegawai. Tidak setiap pejabat adalah pegawai. Sebaliknya, tidak tiap pegawai
adalah pejabat. Peraturan-peraturan yang berlaku tidak memberi defini umum
tentang pegawai. Yang dimaksud dengan pegawai dalam buku ini yakni pegawai negeri. Menurut peraturan
pemerintah tahun 1952 Nr 11 pasal 1 huruf a : “yang disebut pegawai, ialah
mereka yang diangkat tetap atau untuk sementara dalam jabatan Negeri”.
· Hubungan dinas publik
Menurut logeman,
adanya hubungan dinas-publik itu ternyata bilamana seseorang mengikat dirinya
intuk menunduk pada pemerintah dari pemerintah untuk melakukan suatu atau
beberapa macam jabatan tertentu. Jadi inti dari hubungan dinas-publik yaitu
yang diatur oleh peraturan-peraturan hukum publik (kewajiban dari yang
bersangkutan untuk tunduk pada pengangkatan dalam beberapa macam jabatan
tertentu.
C.
Kedudukan-hukum dari Pegawai menurut Hukum Positif Indonesia
· Pengangkatan
Pada azasnya
tiap warga negara Indonesia dapat diangkat dalam tiap-tiap jabatan pemerintah
(pasal 23 ayat 2 kalimat pertama undang-undang dasar sementara tahun 1950
dahulu). Azas ini tidak berlaku bagi orang asing. Orang asing boleh diangkat
dalam jabatan-jabatan pemerintah menurut aturan-aturan yang ditetapkan oleh
undang-undang (kalimat kedua UUDS 1950).
· Penggajian, pensiun dan
keuntungan
Penggajian
pegawai negeri diatur dalam peraturan pemerintah Nr 7 tahun 1977, LN 1977
Nr 11, dengan penjelasan tambahan LN Nr 3098. Peraturan yang sedang berlaku ini
yang menyempurnakan PGPS-1968, disebut PGPS-1977. PGPS-1977 merupakan salah
satu penyelenggara lebih lanjut dari beberapa azas yang tercantum dalam
Undang-undang pokok kepegawaian 1974. Yang memberikan syarat-syarat etertentu
tentang sistem gaji pegawai. Tiap bekas pegawai negeri, yang memenuhi syarat
tertentu, berhak atas pensiun yang diatur dalam Undang-unadan 1969 Nr 11
tentang Pensiun pegawai dan Pensiun Janda/duda pegawai. Dan keuntungan, setiap
pegawai yang bekerja lembur diberi uang lembur, dan mendapat jaminan-jaminan lain.
· Pemberhentian Pegawai
Pasal 23 Undang-undang pokok
kepegawaian 1974 menentukan :
1. pegawai
negeri sipil dapat diberhentiakan dengan hormat karena (a) permintaan sendiri,
(b) telah mencapai usia pensiun, (c) adanya penyerdehanaan organisasi
pemerintah, (d) tidak cakap jasmani atu rohani
2. PNS
yang meninggal dunia dengan sendirinya dianggap diberhentikan dengan hormat
3. PNS
yang diberhentikan tidak hormat dengan alasan-alasan tertentu.
BAB IV
MILIK
NEGARA DAN MILIK PUBLIK
(STATDOMEINEN
PUBLIEK DOMEIN)
Agar dapat
menjalankan tugas sebaik-baiknya , maka badan pemerintahan sering memerlukan
barang milik sendiri. Sering lebih efisien (bermanfaat) kalau pemerintah
memilki sendiri gedung daripada menyewa
dari pihak swasta.
Kedudukan hukum
dari milik negara , pada waktu sebelum berlakunya Undang-undang pokok agraria,
LN 1960 Nr 104, maka milik negara sebenarnya kepunyaan negara, ditempatkan
dibawah hukum yang tercantum dalam KUHP perdata (buku II). Tetapi, LN 1960 Nr
104 telah mencabut buku ke II tersebut sepenjang mengenai bumi, air serta
kekayaan alam yang terkadung didalamnya.
Jadi tidak ada lagi ”kepunyaan negara” tetapi “milik negara”.
Menurut
Proudhon, yang termasuk kepunyaan privat ialah benda-benda kepunyaan negara,
seperti tanah (sawah, kebun kopi, kebun karet), rumah dinas bagi pegawai,
gedung perusahaan negara (perusahaan garam, perkebunan pemerintah). Hukum yang
mengatur kepunyaan privat ini sama sekali tidak berbeda dari hukum yang
mengatur kepunyaan perdata biasa.
Yang termasuk
kepunyaan publik ialah segala benda yang disediakan (oleh pemerintah) untuk
dipakai oleh (pergaulan umum, seperti jalan umum, jembatan, pelabuhan dsb.).
menurut beberapa pengarang lain yang termasuk kepunyaan publik ialah segala benda yang secara langsung dipakai
(oleh pemerintah) untuk menyelenggarakan kepentingan umum, seperti
gedung-gedung departemen, gedung-gedung pengadilan, gedung-gedung sekolah
negeri dsb. Tetapi kedudukan hukum kepunyaan publik itu sama sekali tidak
dibawah hukum yang mengatur kepunyaan perdata biasa, melainkan hukum kepunyaan
publik itu diatur oleh peraturan hukum sendiri; benda-benda yang termasuk
kepunyaan publik itu mempunyai suatu kedudukan hukum sendiri.
BAB V
PERADILAN
ADMINISTRASI
A.
Kompetensi (kekuasaan) Hakim administrasi
Pembagian
kompetensi antara hakim (sipil) biasa dan hakim administrasi negara, pada zaman
kolonial sudah diatur dalam pasal-pasal 134 Isdan 2 RO (LNHB 1847 Nr yo LNHB
1948 Nr 7). Kedua ketentuan itu dikonkordansi dengan pasal-pasal 160 Grondwet
Belanda dan 2 RO Belanda.
Yurisprudensi
Indonesia tentang pembagian kompetensi antara hakim biasa dan hakim
administrasi negara mengikuti yurispudensi belanda tentang pembagian semacam
ini di negeri Belanda (yaitu samapai saat berlakunya undang-undang Indonesia
yang baru ini pada tahun 1983, dan yurisprudensi berdasarka undang-undang yang
baru ini baru mulai diperkembang). Tetapi ada suatu perbedan kecil, yaitu
yurisprudensi Indonesia mengindahkan baik pasal 134 IS maupun pasal 2 RO
(Belanda) saja dan tidak memperhatikan
pasal 160 Grondwet.
Beberapa
pengarang mengeluarkan pendapat diantaranya : menurut Thorbecke maka hanya
perkara-perkara yang semata-mata diselesaikan oleh hukum privat saja tidak
dapat diserahkan kepada hakim administrasi negara. Menurut Prof. Buys, ukuran
yang harus dipakai dalam menentukan berwenang atau tidaknya hakim administrasi
negara ialah pokok dalam perselisihan.
B.
Perbuatan
Pemerintah yang tidak layak
Diluar
pengadilan tata usaha negara, maka negara, yaitu pemerintah yang bersangkutan,
dapat juga digugat menurut hukum dimuka hukum biasa. Sejak tidak lagi
diterimanya teori kedaulatan negara, yang hendak melihat negara sebagai sesuatu
yang diatas hukum. Sekarang telah umum diterima azas yang menyatakan bahwa juga
negara pun dibawah hukum. Azas tersebut, antara lain akibata dari Teori
kedaulatana hukum yang telah dibentangkan oleh beberapa ahli. Oleh karena hukum
ada diatas segala organisasi sosial, maka juga negarapun dapat digugat dimuka
pengadilan biasa apabila telah melanggar peraturan hukum atau merugikan
kepentingan salah satu orang yang berada dibawah lingkungan kekuasaannya.
Tetapi biarpun ada pengakuan hukum diatas negara, masih juga pemerintah tidak
dapat digugat dengan begitu saja. Harus diperhatikan beberapa pembatasan. Hal
ini karena negara itu menjadi suatu organisasi yang mempunyai kedudukan
istimewa. Negara adalah organisasi yang mempertahankan dan menyelenggarakan
kekuasaan tertinggi dalam masyarakat.
Pada permulaan
abad ini pemerintah dilihat dari dua sudut : Pemerintah negara (staat-overheid)
dan pemerintah sebagai fiskus (staat-fiscus). Pemerintah sebagai pemimpin
negara melakukan perbuatan pemerintahan , sedangkan pemerintah sebagai fiscus
mengadakan perbuatan hukum privat. Hanya pemerintah sebagi fiskus dapat digugat.
KESIMPULAN
Philipus M. Hadjon berpendapat :
“Pegawai negeri yang diangkat
menjadi Pejabat Negara dibebaskan sementara waktu dari jabatan organiknya
selama menjadi Pejabat Negara, kecuali Ketua, Wakil Ketua, dan Ketua Muda, dan
Hakim Agung pada Mahkamah Agung. Pegawai negeri tersebut secara administratif tetap berada pada
departemen atau lembaga yang bersangkutan dan ia dapat naik pangkat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku tanpa terikat pada formasi.
Apabila pegawai yang bersangkutan berhenti sebagai Pejabat Negara maka ia akan
kembali kepada departemen atau lembaga yang bersangkutan.”
Jika kita
melihat penjelasan tentang Pejabat Negara yang dikemukakan oleh Philipus M.
Hadjon diatas, maka pada prinsipnya pendapat tersebut telah mengurai jelas
mengenai ruang lingkup wewenang dari Pejabat Negara, namun penulis berpendapat
ada beberapa hal yang perlu ditambah karena adanya perubanhan undang-undang,
yaitu mengenai pengecualian terhadap pegawai negeri yang diangkat menjadi
Pejabat Negara dibebaskan sementara waktu dari jabatan organiknya selama
menjadi Pejabat Negara, hal ini hanya ditujukan kepada Ketua, Wakil Ketua, dan
Ketua Muda, dan Hakim Agung pada Mahkamah Agung. Jika kita melihat
Undang-undang Nomor 43 tahun 1999, maka harus ditambah dengan Ketua, Wakil
Ketua, dan Hakim pada semua Badan Peradilan, karena hakim pada tingkat apapun
adalah Pejabat Negara. Mengenai hak dan kewajiban Pejabat Negara tidak diatur
secara lengkap dan rinci dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Kepegawaian dan Undang-undang Nomor 43 tahun 1999 tentang Perubahan
Atas Undang-undang Nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian,
melainkan diatur dengan undang-undang khusus yang mengatur lembaga-lembaga
tersebut.
Mekanisme
hubungan hukum antara Negara dengan Pegawai Negeri Sipil dan Pejabat Negara,
terlihat jelas dalam undang-undang yang mengaturnya yaitu Undang-undang Nomor 8
tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian dan Undang-undang Nomor 43 tahun
1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 8 tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Kepegawaian, yang mengatur tentang hak, kewajiban, wewenang serta
larangan terhadap Pegawai Negeri serta diperkuat lagi dengan berbagai peraturan
pemerintah yang mengikat, diantaranya Peraturan Pemerintah Nomor 30 thanun 1980
tentang Peeraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Mengenai hak dan
kewajiban Pejabat Negara tidak diatur secara lengkap dan rinci dalam
Undang-undang Nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian dan
Undang-undang Nomor 43 tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 8
tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, melainkan diatur dengan
undang-undang khusus yang mengatur lembaga-lembaga tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar