Senin, 28 September 2015

PERMASLAHAN DALAM PILKADA

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG MASALAH
Sejalan dengan semangat desentralisasi, sejak tahun 2005 Pemilu Kepala Daerah dilaksanakan secara langsung (Pemilukada/Pilkada). Semangat dilaksanakannya pilkada adalah koreksi terhadap system demokrasi tidak langsung (perwakilan) di era sebelumnya, dimana kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih oleh DPRD, menjadi demokrasi  yang berakar langsung pada pilihan rakyat (pemilih). Melalui pilkada, masyarakat sebagai pemilih berhak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara, dalam memilih kepala daerah.
     Sejak diberlakukannya UU No.32 Tahun 2004, mengenai Pilkada yang dipilih langsung oleh rakyat, telah banyak menimbulkan persoalan, diantaranya waktu yang sangat panjang, sehingga sangat menguras  tenaga dan pikiran, belum lagi biaya yang begitu besar, baik dari segi politik (issue perpecahan internal parpol, issue tentang money politik, issue kecurangan dalam bentuk penggelembungan suara yang melibatkan instansi resmi), social (issue tentang disintegrasi social walaupun sementara, black campaign dll.)  maupun financial.  Hal ini  kita lihat pada waktu pemilihan kepala daerah di sejumlah daerah seperti di Sulawesi Selatan dan Jawa Timur. Di Sulsel, pemilihan gubernur langsung diselenggarakan sebanyak dua putaran karena ketidakpuasan salah satu calon atas hasil penghitungan suara akhir.
Masalah pemenangan Pilkada  mengandung latar belakang multidimensional.  Ada yang bermotif  harga diri pribadi (adu popularitas); Ada pula yang bermotif mengejar kekuasaan dan kehormatan; Terkait juga  kehormatan Parpol pengusung; Harga diri Ketua Partai Daerah yang sering memaksakan diri untuk maju. Di samping tentu saja ada yang mempunyai niat luhur untuk memajukan daerah, sebagai putra daerah. Dalam kerangka motif kekuasaan bisa difahami, karena “politics is the struggle over allocation of values in society”.(Politik merupakan perjuangan untuk memperoleh alokasi kekuasan di dalam masyarakat).  Pemenangan perjuangan politik seperti pemilu legislative atau pilkada eksekutif sangat penting untuk mendominasi fungsi-fungsi legislasi, pengawasan budget dan kebijakan  dalam proses pemerintahan (the process of government) .  Dalam kerangka ini cara-cara “lobbying, pressure, threat, batgaining and compromise”  seringkali terkandung di dalamnya. Namun dalam Undang-undang tentang Partai Poltik  UU No. 2/2008, yang telah dirubah dengan UU No.2 Tahun 2011, selalu dimunculkan persoalan budaya dan etika politik. Masalah lainnya sistem perekrutan calon KDH (Bupati, Wali kota, Gubernur) bersifat transaksional, dan hanya orang-orang yang mempunyai modal financial besar, serta popularitas tinggi, yang dilirik oleh partai politik, serta beban biaya yang sangat besar untuk memenangkan pilkada/pemilukada, akibatnya tidak dapat dielakan maraknya korupsi di daerah, untuk mengembalikan modal politik sang calon, serta banyak Perda-Perda yang bermasalah, dan memberatkan masyarakat dan iklim investasi.




I.2. RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana daftar pemilih yang tidak akurat ?
2.      Bagaimana manipulasi perhitungan suara dan rekapitulasi hasil perhitungan suara ?
3.      Bagaimana penyesuaian tata cara pemungutan suara dan penggunaan KTP sebagai kartu pemilih ?
4.      Bagaimana penggabungan Pilkada (pilkada serentak) ?

I.3. TUJUAN DAN MANFAAT
1.      Untuk mengetahui bagaimana daftar pemilih yang tidak akurat.
2.      Untuk mengetahui bagaimana manipulasi perhitungan suara dan rekapitulasi hasil perhitungan suara.
3.      Untuk mengetahui bagaimana penyesuaian tata cara pemungutan suara dan penggunaan KTP sebagai kartu pemilih.
4.      Untuk mengetahui bagaimana penggabungan Pilkada (pilkada serentak).

















BAB II
PEMBAHASAN

II.1       DAFTAR PEMILIH YANG TIDAK AKURAT
Permasalahan daftar pemilih yang tidak akurat dalam Pilkada, sering dijadikan oleh  para pasangan calon yang kalah untuk melakukan gugatan.
Berdasar Pasal 47 UU No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu menyebutkan bahwa PPS mempunyai tugas dan wewenang antara lain mengangkat petugas pemutakhiran data pemilih dan membantu KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK melakukan pemutakhiran data pemilih, daftar pemilih sementara, daftar pemilih hasil perbaikan, dan daftar pemilih tetap. Melalui pengaturan ini jika dalam pemutakhiran data pemilih, melibatkan RT/RW sebagai petugas pemutakhiran, maka permasalahan data pemilih yang tidak akurat akan dapat diminimalisir, karena RT/RW adalah lembaga yang paling mengetahui penduduknya.
II.2       MANIPULASI PERHITUNGAN SUARA DAN REKAPITULASI HASIL PERHITUNGAN SUARA
Manipulasi perhitungan suara dan rekapitulasi hasil penghitungan suara dapat terjadi di setiap tingkatan, yaitu di KPPS, PPK, KPU Kabupaten, dan KPU Provinsi.
Permasalahan penghitungan suara dan rekapitulasi hasil penghitungan suara akan manipulasi, disebabkan oleh banyaknya TPS yang tersebar dalam wilayah yang luas. Dengan banyaknya TPS yang tersebar luas membuat para pasangan calon sulit mengontrolnya karena memerlukan saksi yang banyak dan biaya besar. Di lain pihak para penyelenggara Pilkada di beberapa daerah tidak netral, berhubung sistem seleksi anggota KPUD tidak belum memadai.
II.3       PENYESUAIAN TATA CARA PEMUNGUTAN SUARA DAN PENGGUNAAN KTP SEBAGAI KARTU PEMILIH
a.       Penyesuaian tata cara pemungutan suara.
Berdasar Pasal 88 UU No. 32 Tahun 2004 menyatakan: "pemberian suara untuk Pilkada dilakukan dengan mencoblos salah satu pasangan calon dalam surat suara". Sedangkan dalam pelaksanaan Pemilu DPR, DPD, dan DPRD serta  Perhllu  Presiden dan Wakil  Presiden Tahun 2009 melalui peraturan KPU pemberian suara dilakukan dengan memberi tanda "centang". Walaupun cara pemberian suara dalam Pemilu 2009 dengan memberi tanda centang masih banyak yang salah sehingga suara tidak sah, namun cara pemberian   suara   ini   telah   mulai   memasyarakat,   sehingga   agar  tidak membingungkan masyarakat, maka ketentuan dalam UU No. 32 Tahun 2004 terkait dengan cara pemberian suara perlu diselaraskan dengan Pemilu DPR, DPD, dan DPRD serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2009.
b.      Penyesuaian penggunaan KTP sebagai kartu pemilih.
"Berdasar Pasal 71 UU No. 32 Tahun 2004 menyatakan: "Pemilih yang telah terdaftar sebagai pemilih diberi tanda bukti pendaftaran untuk ditukarkan dengan kartu pemilih untuk setiap pemungutan suara". Sedangkan dalam pelaksanaan Pemilu DPR, DPD, dan DPRD serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2009 dalam rangka efisiensi KTP (Kartu Tanda Penduduk) atau Surat Keterangan Kependudukan dapat dijadikan kartu pemilih. Untuk itu dalam rangka efisiensi pelaksanaan Pilkada, "ketentuan dalam UU No. 32 Tahun 2004 terkait dengan penggunaan kartu pemilih dalam pelaksanaan Pilkada perlu disesuaikan dengan pelaksanaan Pemilu DPR, DPD, dan DPRD serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2009.
II.4       PENGGABUNGAN PILKADA (PILKADA LANGSUNG)
Penggabungan pelaksanaan Pilkada diperlukan seiain untuk menghemat biaya  Pilkada juga untuk kejenuhan masyarakat pada Pemilu. Ada beberapa opsi penggabungan Pilkada.
Optimasi Penggabungan.
1)      Pilkada seluruh Indonesia dilaksanakan secara bersamaan hanya   1 kali, yaitu dimulai Tahun 2015.
a)      Jumlah care taker kepala daerah yang akan  ada 278 kepala daerah, sehingga jalannya pemerintah daerah menjadi kurang optimal.
b)      Aparat  keamanan   harus  menggelar  pasukan   secara  serentak  di seluruh Indonesia.
c)      Isu Pilkada yang tadinya merupakan isu lokal menjadi isu nasional.
d)     Dari segi biaya akan dapat dihemat.
2.      Pilkada seluruh Indonesia dilaksanakan secara bersamaan 2 kali, yaitu dimulai tahun 2013 dan tahun 2015.
a)      Jumlah care taker kepala daerah yang akan ada 57 kepala daerah, sehingga jalannya pemerintah daerah menjadi sedikit kurang optimal.
b)      Aparat keamanan harus menggelar pasukan secara serentak di + setengah seluruh Indonesia.
c)      Isu Pilkada yang tadinya merupakan isu lokal menjadi isu nasional.
d)     Dari segi biaya akan dapat dihemat.
3.      Pilkada   dilaksanakan   secara   bersamaan   di   masing-masing   wilayah provinsi 1 kali sesuai jadwalnya.
a)      Jumlah care taker kepala daerah yang akan  ada 225 kepala daerah, sehingga jalannya pemerintah daerah menjadi kurang optimal.
b)      Aparat keamanan harus menggelar pasukan di setingkat Polda.
c)      Isu Pilkada merupakan isu lokal.
d)     Dari segi biaya akan dapat dihemat.
4.      Kepala daerah yang berakhir dalam tahun yang sama dilaksanakan Pilkada secara bersamaan.
a)      Jumlah care taker kepala daerah kecil dan dalam waktu singkat, sehingga pemerintah daerah masih berjalan normal.
b)      Aparat keamanan harus menggelar pasukan di setingkat Polda atau Polres.
c)      Isu Pilkada merupakan isu lokal.
d)     Dari segi biaya akan dapat dihemat.










BAB III
PENUTUP

III. 1. KESIMPULAN
Pelaksanaan Pilkada/Pemilukada yang telah berlangsung sejak Juni 2005 s/d saat ini secara umum telah berlangsung secara aman, tertib, dan demokratis dengan tingkat partisipasi yang cukup tinggi. Meskipun demikian dalam penyelenggaraan Pilkada ke depan masih perlu dilakukan berbagai penyempurnaan untuk memperbaiki beberapa kekurangan yang terjadi dalam penyelenggaraan Pilkada, yaitu :
1.      Peningkatan akurasi daftar pemilih.
Dari segi regulasi, pengaturan data pemilih yang ada dalam Pasal 70 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 32 Tahun 2004 sebetulnya sudah cukup memadai. Kunci penyelesaian dari daftar pemilih yang kurang akurat adalah pelibatan RT/RW secara resmi dan intensif baik dalam up dating data penduduk maupun perbaikan data pemilih.
2.      Peningkatan akuntabilitas penghitungan dan rekapitulasi hasil penghitungan suara.
Dari segi regulasi, pengaturan mengenai penghitungan dan rekapitulasi hasil penghitungan suara sebagaimana yang diatur dalam Pasal 96 s/d Pasal 101 UU No. 32 Tahun 2004 masih mengandung celah terjadi manipulasi pada pembuatan berita acara dan sertifikat penghitungan suara yang tidak sama dengan hasil penghitungan suara yang disaksikan oleh masyaakat, karena tidak semua peserta Pilkada menempatkan saksi di setiap TPS dan keterbatasan jangkauan Panwaslu mengawasi penghitungan suara di setiap TPS. Selain itu pengumuman hasil penghitungan suara yang dipasang di setiap TPS hanya selama TPS ada (tidak lebih dari sehari), sehingga para saksi peserta Pilkada kesulitan untuk mengakses hasil penghitungan suara di setiap TPS. Untuk itu perlu pengaturan yang memungkinkan adanya kontrol dari masyarakat/para saksi calon untuk mengakses hasil penghitungan suara di TPS maupun hasil rekapitulasi hasil penghitungan suara di setiap tingkatan.
3.      Penyesuaian tata cara pemungutan suara dan penggunaan KTP sebagai kartu pemilih dengan Pemilu DPR, DPD, dan DPRD dan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
Berkenaan dengan pelaksanaan Pemilu DPR, DPD, dan DPRD serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2009 dalam pemberian suara sudah tidak lagi mencoblos tapi menconteng serta penggunaan KTP juga sebagai kartu pemilu, maka untuk tidak menimbulkan kebingungan di masyarakat perlu dilakukan penyerasian. Untuk itu ketentuan dalam UU No. 32 Tahun 2004 terkait dengan tata cara pemberian suara dan penggunaan kartu pemilih dalam pelaksanaan Pilkada perlu disesuaikan dengan pelaksanaan Pemilu DPR, DPD, dan DPRD serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2009.
4.      Penggabungan PILKADA (Pilkada serentak).
Optimasi penggabungan Pilkada di Indonesia yang paling optimal berdasar kriteria kontinuitas jalannya pemerintahan daerah, kesiapan aparat keamanan, dampak isu yang akan muncul terhadap dan efisiensi biaya didapat alternatif yang memiliki skor terbaik, yaitu : "Kepala daerah yang berakhir dalam tahun yang sama dilaksanakan Pilkada secara bersamaan".

DAFTAR PUSTAKA

Dirjen Otda Depdagri, 2009, Evaluasi Pemilu Kepala Daerah Periode 2005-2008.
Sentosa, Sembiring, 2009, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia, Pemerintahan Daerah (Pemda), Bandung, Nuansa Aulia.
Nugroho, Dewanto, 2006, Pancasila dan UUD 1945, Bandung, Nuansa Aulia.
Undang-Undang Pemilu dan Partai Politik 2008, Jogjakarta, Gradien Mediatama.
Ari Pradhanawati, 2005, Pilkada Langsung, Tradisi Baru Demokrasi Lokal, Surakarta, KOMPIP.
OC.Kaligis, 2009, Perkara-Perkara Politik dan Pilkada di Pengadilan, Bandung, PT. Alumni.

Jurnal Intelijen & Kontra Intelijen, 2008, vol.1 No.25, Center For The Study Of Intelligence And Counterintelligenc.

0 komentar:

Posting Komentar

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com