Minggu, 30 Agustus 2015

Dasar Hukum Forensik

Dasar Hukum Proses Identifikasi Forensik
Dasar hukum dan undang-undang bidang kesehatan yang mengatur proses identifikasi adalah:

A. Berkaitan dengan kewajiiban dokter dalam membantu peradilan diatur dalam KUHP pasal 133
1. Dalam hal penyidik untuk membantu kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya.
2. Permintaan keterangaran ahli sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaa.

Identifikasi dan Hukum

1. Dasar Hukum Proses Indentifikasi Forensik Introduction
Dasar hukum dan undang-undang bidang kesehatan yang mengatur proses identifikasi adalah:

A. Berkaitan dengan kewajiiban dokter dalam membantu peradilan diatur dalam KUHP pasal 133
1. Dalam hal penyidik untuk membantu kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya.
2. Permintaan keterangaran ahli sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
3. Mayat yang dikirimkan kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang diletakkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.

B. Undang-undang Kesehatan Pasal 79 tahun 1992
1. Selain penyidik pejabat polisi Negara Republik Indonesia juga kepada pejabat pegawai negeri sipil tertentu di Departemen Kesehatan diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam UU no. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, untuk melakukan penyidikan tindak pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
2. Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berwenang :
a. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan serta keterangan.
b. Melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan.
c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan usaha.
d. Melakukan pemeriksaan atau surat atau dokumen lain.
e. Melakukan pemeriksaan atau penyitaan bahan atau barang bukti.
f. Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan.
g. Menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti sehubungan dengan tindak pidana di bidang kesehatan.
3. Kewenangan penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan menurut UU no.8 tahun 1981 tentang HAP.

Pendahuluan
Proses penentuan seseorang, apakah hidup atau mati, sangatlah penting bagi hukum dalam berbagai hal. Tahun 1765 Blackstone menyatakan, Hukum tidak hanya mengenai hidup, anggota, dan melindungi setiap orang dalam kebahagiaan mereka, tetapi juga memolesnya dengan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk mendukung mereka. Dia melanjutkan penelitian ini dengan mencatat bahwa Hak untuk hidup dan anggota, hanya dapat ditentukan dengan kematian dari orang; baik kematian sipil (perdata) maupun kematian alamiah. Dia mengatakan sedikit tentang kematian alamiah tetapi menekankan bahwa kematian sipil (perdata) akan diberikan ketika seseorang dibuang dari lingkungan, atau memasuki agama, dengan kata lain, hidup membiara, di mana dia benar-benar meninggal dalam hukum; dan ahli waris berhak untuk harta miliknya.
Dalam hukum sipil/perdata kontemporer (zaman sekarang), penentuan dari meninggalnya seseorang dan waktunya sangatlah vital untuk berlangsungnya tindakan mewakili penggugat dan pelaksanaan hak-hak oleh pihak selamat dari almarhum/ almarhumah.  Banyak kewajiban kontraktual dengan mudahnya hilang seiring dengan kematian dari satu pihak. Seperti Oliver Wendell Holmes di USA mencatat, Satu-satunya hal yang dapat diteruskan adalah keuntungan atau beban dari janji, dan bagaimana mereka dapat dipisahkan dari fakta yg membumbungkan mereka? Bagaimana dalam waktu singkat, dapatkah seseorang menggugat atau digugat di atas janji dimana dia tidak ambil bagian? Oleh karena itu, dalam konteks ini juga, bukti dari kematian seseorang dan waktunya dapat menghasilkan pembalikan keuangan yang signifikan.
Dalam hal hukum pengesahan surat wasiat, bukti dari kematian adalah prasyarat untuk mengabulkan surat wasiat, dan ada praduga untuk mendukungnya. Bagaimanapun juga, hukum jelas menuntut untuk bukti kematian yang muncul dengan tujuan untuk menghindari kesalahan memalukan dalam pembagian harta warisan.
Dalam konteks hukum kriminalitas, bukti dari indentitas, baik melalui visual maupun identifikasi suasana di sekitar orang, adalah bagian yang tak terpisahkan dalam penuntutan, khususnya dalam perampokan atau penyerangan.  Bahkan, hal itu (bukti identitas) adalah bagian yang mendasar dari penuntutan pembunuhan dimana korbannya adalah manusia dan benar tewas. Selain itu, waktu dari kematian seseorang juga dapat menjadi vital  terhadap keputusan dalam pemprosesan tindakan criminal terutama untuk pembuktian tersangka untuk terlibat. Lebih jauh lagi, dalam beberapa wilayah hukum, jika korban tewas lebih dari satu tahun setelah penderitaan dari cedera, dapat berujung pada pembebasan dari terdakwa. Hal-hal mengenai bukti dari penyebab kematian dapat menjadi kompleks dan diuji berat dalam wilayah hukum criminal, sipil/ perdata, dan coronial. Jadi, identitas, kematian, dan waktu dari kematian saling berkaitan.

Definisi Kematian
Kriteria hukum dari kematian hanya memberikan masalah pada system hukum dalam perbandingan belakangan ini seiring dengan perkembangan kecanggihan dari teknologi medis. Bahkan saat ini di Inggris, tidak ada undang-undang yang mendefinisikan kematian dan hanya sedikit kasus hukum yang memperhatikan kepentingan kematian. Secara tradisional, kematian didefinisikan sebagai berhentinya sirkulasi darah. Pernyataan itu hanya terdapat dalam kasus Inggris 1981 dari R. v. Malcherek, R. v. Steel dimana Lord Lane CJ mengetahui bahwa Teknik modern tidak diragukan lagi menghasilkan kekaburan dari banyak konsep kematian tradisional dan konvensional dan mencatat bahwa sepertinya ada beberapa opini di profesi medik bahwa hanya ada satu ujian sebenarnya untuk kematian dan itu adalah kematian yang tidak dapat diubah dari batang otak yang mengontrol fungsi fungsi dasar dari tubuh, seperti bernafas.  Ketika itu terjadi, dapat dikatakan bahwa seseorang telah tewas, meskipun secara mekanikal, paru-paru tetap bekerja dan sirkulasi darah tetap berjalan.
Pada 1993, Pengadilan Banding Inggris mempersiapkan untuk lebih jauh, dan pada saat itu mayoritas dipicu oleh kasus tragis Airedale NHS Trust v. Bland, melibatkan seorang yang selamat dari runtuhnya Stadion Hillsborough. Orang tersebut dalam keadaan cacat permanent, di mana kematian muncul ketika batang otak hancur. Hal ini sekarang diperhatikan secara umum di Hukum Australia, New Zealand, Canada, dan USA. Di Australia, Komisi Reformasi Hukum merekomendasikan bahwa kematian didefinisikan dalam undang-undang jaringan manusia dalam hal baik itu berhentinya sirkulasi darah yang tidak dapat diubah maupun berhentinya fungsi otak. Semua wilayah hukum (yurisdiksi) memberlakukan hal ini pada waktunya dalam undang-undang jaringan manusia mereka.

Actions in Tort
Kematian dapat menciptakan dan memadamkan kewajiban dalam kerugian/kesalahan. Dalam hukum biasa, suatu tindakan ikut mati bersama dengan orang yang tewas. Sejauh terdakwa risaukan, hal ini terkait dengan karakter yang menghukum dalam tindakan hukuman. Bagaimanapun juga, tahun 1934 di Inggris dan tidak lama setelah itu di Australia dan New Zealand, reformasi undang-undang datang untuk menentukan, meskipun penggugat meninggal, semua tindakan penuntutan tetap bertahan , dan kasus mungkin untuk keuntungan harta milik dari almarhum/ almarhumah. Tindakan yang menyangkut kepentingan pembesar (orang terkemuka) biasanya mendapat pengecualian di prinsip ini, contohnya dalam perzinahan, penggodaan, fitnah, bujukan terhadap istri/suami. Bagaimanapun juga, besarnya ganti rugi dapat dikurangi karena pengadilan tidak biasanya mengabulkan ganti rugi tipikal ketika korban tewas. Beberapa undang-undang juga membatasi klaim untuk kehilangan non uang, di atas dasar bahwa pengabulan harusnya dibatasi pada:  tindakan sebenarnya dibawa oleh orang yang hidup dan bukan oleh keluarga mereka.
Dimana korban yang tewas, undang-undang di beberapa wilayah hukum berkata bahwa tindakan atas kerugian/ kesalahan menentang harta milik yang bertahan berdasarkan undang-undang harus ditunda pada waktu kematian atau bahwa penyebab dari tindakan yang dimunculkan tidak lebih dari 6 bulan sebelum kematian dari almarhum/ah dan proses telah dilembagakan secara cepat. Syarat syarat ini telah diterapkan di banyak tempat, dengan periode yang diperpanjang. Bagaimanapun, kurun waktu masih cukup pendek sehingga menjadi masalah jika ada penundaan lama dalam penentuan apakah korban benar-benar tewas.
Di hukum umum, tidak ada tindakan untuk kesalahan yang sepenuhnya ditimbulkan kematian. Lebih murah bagi korban untuk membunuh dibanding menyebabkan cacat. Di 1846 Lord Campbells Act di Inggris mencari perbaikan untuk kelemahan ini dengan membuat itu sebagai tindakan yang salah, dalam perlindungan keluarga, untuk menyebabkan kematian orang lain dengan tindakan yang salah, kelalaian atau keteledoran yang mana membuat pihak cedera (jika tidak menimbulkan kematian) untuk menjaga tindakan dan menyediakan ganti rugi daripadanya, meskipun demikian bahwa kematian disebabkan di bawah hukum koloni sebesar kondisi/ situasi yang diatur.
Keluarga dilindungi oleh Undang-undang didefinisikan luas di banyak yurisdiksi yang telah berlaku ketentuan perbandingan untuk memasukkan istri/ suami, orang tua, kakek/nenek, orang tua angkat, anak, anak anumerta, cucu, dan anak angkat. Istri/ Suami yang cerai, hubungan darah, anak haram, anak asuh dan anak didik juga termasuk dalam beberapa yurisdiksi. Tindakan biasanya harus dimulai dalam waktu yang lebih singkat setelah kematian dibanding menjalankan di bawah periode batas waktu biasa. Proses pemulihan dibuat terbatas demi keuntungan ekonomi atau materi dari orang yang selamat; dimana ukuran/ patokan adalah rugi daripada perlu. Issuenya adalah ketergantungan. Orang yang bergantung biasanya hanya berhak untuk jumlah yang memberi mereka tunjangan hidup untuk jangka waktu di mana mereka menjadi orang yang bergantung. Bahkan biaya pemakaman seringkali tidak ditanggung.
Kesalahan dalam identifikasi adalah masalah lain di mana kesalahan penentuan kematian dapat menjadi sesuatu yang menyakitkan. Salah satu contohnya adalah kasus yang terkenal melibatkan kematian dari Letnan Kolonel Thomas Hart. Janda (istri dari Thomas Hart) berhasil menggugat atas penderitaan emosional yang dialaminya karena kesalahan identifikasi dari peninggalan Thomas Hart.
Thomas Hart dipercaya merupakan salah satu dari 14 orang yang tertembak di Pakse, Laos, ketika konflik Vietnam. Pada musim panas 1985, US Army (Tentara AS) mengatakan bahwa peninggalan itu adalah dari Hart, tetapi istrinya tidak yakin dan melakukan penelitian ulang dengan membawa peninggalannya untuk dianalisis ulang di Universitas Colorade State, yang menyatakan bahwa peninggalan Hart tidak cukup untuk membuktikan dalam pengidentifikasiannya. Di Oktober 1988, Janda dari Thomas Hart dimenangkan atas ganti rugi USD 632,000.

Pengaturan Kontrak
Kematian dari satu pihak dalam negosiasi mempunyai efek pada pemutusan penawaran apapun yang efektif pada saat kematian. Pada 1876, hal itu dianggap sebagai hukum yang diakui bahwa jika seseorang yang memberikan penawaran meninggal, penawaran tersebut tidak dapat disetujui setelah dia meninggal.
Bagaimanapun, ada situasi tertentu dimana pengadilan dapat menyimpulkan bahwa penawaran bersangkutan akan tetap ada meskipun setelah kematian dari orang yang melakukan penawaran.
Dalam kondisi itu, kematian tidak akan mempengaruhi nilai dari penawaran. Sebagai aturan umum, hak di bawah sebuah kontrak diturunkan ke perwakilan personal ketika kematian. Tapi tentu saja dengan syarat bahwa orang yang meninggal mempunyai hubungan dengan dia. Sehingga bila tidak ada pemenuhan terhadap hal tersebut di dalam kontrak, kontrak akan dibatalkan.

Properti Terhadap Jenazah
Dalam Hukum Anglo-Austalia, jenazah dikatakan sama seperti hewan liar dalam kehidupan, hidup atau mati, tidak dapat menjadi subjek property. Jadi tidak dapat dicuri, bahkan ahli waris tidak berhak untuk memiliki jenazah dari pendahulunya sebagai property dan sebagai salah satu penghormatan atas mereka.
Meskipun pelaksana tidak mempunyai hak properti atas jenazah, mereka boleh mendapatkan hak untuk memaksa yang lain untuk menyerahkan jenazah sehingga pemakaman dapat berlangsung.
Setelah pemakaman, jenazah menjadi bagian dari tanah dimana sah dikuburkan secara hukum. Hak kepemilikan sejalan bersama dengan tanah. Hukum Inggris juga mempunyai kebiasaan bahwa seseorang dinyatakan bersalah berbuat kurang baik jika mereka mencegah pemakaman dari jenazah, atau tanpa pengecualian hukum membedah jenazah meskipun dengan motif terpuji. Atau mereka juga akan dinyatakan berbuat tidak baik jika mengabaikan kewajiban untuk menguburkan jenazah.
Di Amerika Serikat, hukum bervariasi menurut yurisdiksinya dalam prinsip bahwa jenazah bukan property. Pada kasus lama Larson v Chase, Pengadilan Tinggi Negara Bagian Minnesota memutuskan bahwa seorang janda bertanggung jawab atas kerusakan jenazah suaminya atas dasar bahwa dia memiliki hak atas kepemilikan jenazah tersebut tanpa prosedur medis yang sah yang dilakukannya.
Beberapa pengadilan menemukan berbagai macam alasan untuk mengabaikan prinsip ini (no property of dead body) dan telah berbicara menggunakan istilah quasi property untuk menjelaskan hak keluarga atas jenazah. Proses penentuan atas siapa yang memiliki hak menjadi sangat vital karena seseorang dapat memperhatikan autopsi yang mempunyai bukti, dan kecenderungan umum yang telah terjadi pada autopsi dan kasus-kasus kepemilikan hak atas jenazah, sehingga otorisasi autopsy dapat dilakukan atas jenazah.

Surat Pengesahan Hakim
Ketika tidak ada bukti bahwa seseorang hidup selama kurun waktu 7 tahun atau lebih, sebuah praduga penting mengenai kematian dapat dilangsungkan. Bagaimanapun, hal ini hanya muncul ketika orang-orang yang sering mendengar atau bertemu orang tersebut faktanya tidak mendengar lagi orang tersebut sehingga berbagai pertanyaan atau keraguan pun muncul. Praduga secara gamblang menganggap bahwa orang tersebut tidak lagi hidup. Tapi, selalu terbuka bagi pengadilan untuk menerima petunjuk bahwa seseorang meninggal pada waktu tertentu, contohnya pada kecelakaan maritime atau pesawat.
Untuk tujuan menentukan hak menurut hukum di bawah surat wasiat, mungkin penting untuk memastikan urutan kematian orang. Hal ini tidaklah mudah dikarenakan kondisi dari kematian, contohnya ialah ketika perang atau kecelakaan mobil atau kereta. Identifikasi kraniofasial mungkin berperan dalam konteks ini. Tidak ada praduga hukum berdasarkan umur atau jenis kelamin. Masalah ialah salah satu fakta, tergantung sepenuhnya pada bukti-bukti yang dapat dikemukakan dari keadaan kematian orang tersebut. Banyak ketentuan perundang-undangan pada kekuasaan hukum berlaku untuk membantu kesulitan pembuktian.
Pada suatu peristiwa, diketahui bahwa 2 orang telah meninggal, dan penyebab kematiannya tidak diketahui. Contohnya ialah karena kecelakaan pesawat. Mungkin tidak jelas, tapi penting untuk memastikan orang yang masih hidup dan urutan yang meninggal. Hukum yang umum memberikan sedikit bantuan, tidak ada praduga timbul dari umur atau jenis kelamin. Persoalannya ialah salah satu dari fakta, dan jika petunjuk tidak dapat membuktikan siapa yang meninggal pertama, hukum akan memperlakukan hal ini sebagai penentuan yang tidak mampu.


Coroners Inquest (penyelidikan yang dilakukan oleh orang yang bertugas memeriksa mayat untuk mengetahui penyebab kematian)
            Coroners memiliki kekuasaan hukum untuk melakukan penyelidikan dalam kematian, penembakan, dan pada beberapa tempat sampai beberapa fenomena. Coroner tidak dapat melakukan penyelidikan secara sederhana karena dia berpandangan bahwa langkah tersebut akan berada di kepentingan public. Kematian dari seseorang ialah prasyarat untuk penyelidikan kematian. Ini adalah persoalan dari bukti. Jika coroner tidak puas seperti apakah seseorang telah mati, maka ia akan melakukan penyelidikan. Pada umumnya, janin yang tidak dapat hidup atau anak yang lahir tetapi mati, dengan benar dapat menjadi sebuah subjek pemeriksaan.

Hukum Kriminal
            Dalam kasus pembunuhan penting bagi penutut untuk bisa membuktikan bahwa korban yang meningggal adalah manusia. Permasalah berkembang menjadi kapan kehidupan dimulai dan kapan kehidupan berakhir. Pemecahan pasial dari pertanyaan tersebut ditemukan pada 1953 pada kasus R.V. Hutty di Victoria, yang memegang prinsip bayi dikatakan lengkap dan lahir sempurna setelah melepaskan diri dari ibunya dan berpisah dan hidup tanpa ketergantungan dengan kekuatan hidup yang tidak lagi diturunkan dari ibunya. Prinsip ini dipegang juga oleh Beach J yang mengatakan bahwa hal tersebut bisa terjadi sebelum tali pusar dipotong dan pertanyaan yang penting sekali adalah apakah bayi sudah benar-benar terpisah dari tubuh ibunya dan hidup dengan fungsi organ yang baik.
            Tahun 1929, The Infant Life Preservation Act di Inggris menciptakan perlawanan atas pembinasaan anak. Tujuan diciptakannya Undang-Undang itu supaya melindungi bayi unextruded selama proses kelahiran. Dalam jangka waktu yang sama, tahun 1958 Crimes Act (Victoria) bagian 10(1) menyatakan bahwa Barang siapa bermaksud menghancurkan kehidupan bayi yang sanggup untuk dilahirkan dalam kondisi hidup dengan sengaja menyebabkan bayi tersebut mati sebelum ia mampu hidup terpisah dari ibunya. Bagian 10 (2) menyatakan bahwa Kehamilan 28 minggu atau lebih adalah bukti bahwa janin bisa lahir dalam kondisi hidup. Di Inggris, dikatakan bahwa janin usia 27 minggu dapat dilahirkan dalam kondisi hidup apabila ia mampu bernafas dengan paru-parunya.
            4 macam tes untuk mengetahui penyebab hukum criminal:
1.         The operating and substantial cause test
2.         The natural consequence test
Natural consequence dapat kita temui pada kasus dimana terjadi luka yang fatal, wajar bila sesorang yang melanggar hukum akan mennyelamatkan dirinya
3.         The reasonable foresight of the consequences test
4.         The novus actus interviens test
            Novus actus interviens adalah tindakan mematahkan rantai penyebab suatu masalah.
Tes tersebut di atas bisa berdiri sendiri untuk masing-masing tes, atau juga bisa dilakukan beberapa tes untuk saling mendukung satu sama lain. Variasi tes menentukan bahwa yang dilakukan oleh tertuduh terbukti menyebabkan apa yang terjadi selanjutnya terhadap korban.

Kompensasi Kriminal
            Dalam beberapa hak hukum, kompensasi criminal memegang porsi yang besar yang bisa mendatangkan uang ataupun merugi karena tuntutan biaya harus dibayar akibat kematian korban. Bukti kematian adalah salah satu syarat mutlaknya, karena bukti kematian merupakan jembatan antara tindak criminal dengan sakit yang diderita korban. Keadaan bisa membuat orang tidak berterus terang karena bukti yang tidak kuat dan akan berimbas dana tuntutan.

2. Material yang Dijadikan Bukti Kematian
            Pembuktian apakah orang sudah meninggal atau jenazah hanya bisa diputuskan oleh ahli. Dalam hal ini, standar peraturan yang berlaku: orang yang memberikan bukti harus bisa diklasifikasikan memiliki pengetahuan khusus sesuai dengan bukti yang diberikan, baik itu bukti kemampuan (skill), pengalaman pelatihan; data opini sang ahli harus bisa dibuktikan dalam fakta yang relevant. Permasalahan tidak selalu terus terang,  dan tugas ahli adalah berusaha keras mencari bukti yang tidak dapat diterima.

Identifikasi Kehidupan
Hukum biasanya memperhatikan identifikasi seseorang berdasarkan saksi, baik itu saksi mata ataupun saksi dengar, meskipun penuh dengan kesalahan. Sangat penting untuk mengingatkan juri untuk berhati-hati sebelum menjatuhkan hukuman kepada narapidana, karena meskipun jumlah saksi banyak, namun tetap saja saksi bisa salah dalam identifikasi.

Kesimpulan

            Bukti kematian, identitas korban meninggal, identitas pelaku dan hubungan tindak criminal dan kemanian, cara kematian, dan waktu kematian merupakan hal fundamental dalam menentukan baik kematian sipil maupun kematian akibat criminal. hal-hal tadi memperjelas hasil tes, dan bukti yang ada. Bukti dari psikolog dan ahli rekonstruksi craniofacial bisa menjawab apa yang terjadi, dan pengadilan yang akan memutuskan. Kencenderungan ditemukannya fakta, pada akhirnya ditentukan oleh 2 faktor, yaitu pertama integritas bukti dan saksi, kedua analisa lawyer yang seolah menjadi saksi, dan baik saksi awam dan ahli.

0 komentar:

Posting Komentar

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com